Proyeksi Pemilu 2029: Kodifikasi Hukum, Digitalisasi, dan Pemanfaatan Bonus Demografi

Proyeksi Pemilu 2029: Kodifikasi Hukum, Digitalisasi, dan Pemanfaatan Bonus Demografi

ILUSTRASI Proyeksi Pemilu 2029: Kodifikasi Hukum, Digitalisasi, dan Pemanfaatan Bonus Demografi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Masalah utama yang membelit pemilu Indonesia adalah fragmentasi regulasi. Saat ini pengaturan kepemiluan terpisah dalam beberapa rezim undang-undang (seperti UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan UU terkait penyelenggara pemilu). 

BACA JUGA:Lubang Transisi Pemilu

BACA JUGA:Kalah Menang di Pemilu Itu Biasa

Kodifikasi Undang-Undang Pemilu menjadi solusi keniscayaan untuk Pemilu 2029. Kodifikasi berarti menyatukan seluruh hukum yang mengatur pemilu (legislatif, presiden, dan kepala daerah) ke dalam satu naskah tunggal.

Manfaat kodifikasi sangat esensial untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan hukum. Selain itu, kodifikasi mengatasi tumpang tindih dan multitafsir regulasi yang terpisah-pisah dan kerap menimbulkan kontradiksi dan duplikasi pengaturan serta menyulitkan semua pemangku kepentingan, dari penyelenggara hingga pemilih.

Penerapan purcell principle juga perlu dipertimbangkan dalam kodifikasi hukum agar di tengah tahapan berlangsung tidak terdapat perubahan aturan main secara signifikan. 

BACA JUGA:Habis Pemilu, 40 Caleg Stres

BACA JUGA:Yusril Singgung Revisi UU Pemilu dan UU Parpol, Soroti Dominasi Selebritis di DPR

Dengan demikian, pemilih, penyelenggara, dan para pihak pemangku kepentingan dapat terjamin hak konstitusinya dengan kepastian hukum dan ekosistem kompetisi yang sehat serta terhadap masalah teknis dapat dimitigasi jauh sebelum tahapan berlangsung.

Selain itu, harmonisasi penyelesaian sengketa dengan satu rezim hukum, yurisdiksi penyelesaian sengketa hasil pemilu (termasuk pilkada) di Mahkamah Konstitusi akan lebih jelas dan standar, sehingga menjamin keadilan elektoral yang tepat waktu. 

Selebihnya, standardisasi institusi yang mengintegrasikan pengaturan tentang penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, DKPP, dalam satu payung hukum akan memperkuat independensi dan akuntabilitas penyelenggara. 

Kodifikasi itu harus segera masuk prolegnas prioritas di tahun 2026 agar kepastian hukum tersedia jauh sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai.

DIGITAL ELECTION: MENJAWAB TANTANGAN BONUS DEMOGRAFI

Proyeksi Pemilu 2029 tidak dapat dilepaskan dari analisis bonus demografi Indonesia. Puncak bonus demografi diperkirakan terjadi di sekitar tahun 2030, saat mayoritas pemilih adalah generasi muda yang sangat terliterasi secara digital. Kelompok itu menuntut kecepatan, transparansi, dan efisiensi, yang sangat kontras dengan proses manual yang lambat dan rentan human error.

Adaptasi menuju digital election (pemilu digital) menjadi mandatory regulasi. Evaluasi terhadap implementasi sistem informasi rekapitulasi (sirekap) pada 2024 menunjukkan adanya potensi besar, tetapi juga kelemahan krusial, terutama terkait akurasi optical character recognition (OCR), dan legitimasi hukumnya sebagai hasil resmi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: