Mikroplastik Kontaminasi Aliran Darah Ibu-Ibu di Gresik

Mikroplastik Kontaminasi Aliran Darah Ibu-Ibu di Gresik

Aktivis Lingkungan Menggelar Aksi Treatikal Setop Pembakaran Sampah Plastik di Taman Apsari Kamis 4 Desember -Boy Slamet Disway -

Bahaya mikroplastik tidak berhenti di permukaan tanah. Sebuah penelitian kolaborasi antara Wonjin Institute for Occupational Environmental Health (WIOEH) Korea, Ecoton, dan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga memperlihatkan temuan yang lebih mengkhawatirkan: mikroplastik telah memasuki aliran darah manusia.

BACA JUGA:Ecoton Ungkap 5 Teh Celup Ternama Mengandung Mikroplastik, Apa Risikonya bagi Kesehatan?

BACA JUGA:Ecoton Beri Edukasi Bahaya Mikroplastik ke 600 Siswa SDIT El Haq Sidoarjo

Penelitian tersebut mengambil sampel darah dan urin dari 32 perempuan pekerja pemilah sampah di Gresik. Hasilnya membuat para peneliti terkejut.

Dari 65 jenis bahan kimia yang dianalisis, 23 di antaranya merupakan senyawa kimia berbahaya yang umum ditemukan pada plastik, seperti BPA, ftalat, PAH.

Bahkan, juga flame retardants atau zat-zat yang dalam banyak penelitian internasional dikaitkan dengan berbagai masalah. Seperti gangguan hormon, kerusakan metabolisme, risiko kanker, hingga dampak serius pada kesehatan reproduksi dan perkembangan janin.

“Masyarakat Jawa Timur kini terpapar mikroplastik lewat dua jalur sekaligus,” kata Peneliti mikroplastik Ecoton Alaika Rahmatullah.

BACA JUGA:Ungkap Bahaya Mikroplastik, Program Makan Bergizi Gratis Diminta Tak Gunakan Kemasan Plastik

Jalur pertama berasal dari udara yang terkontaminasi pembakaran plastik. Jalur kedua berasal dari paparan langsung yang telah masuk ke dalam aliran darah, mengindikasikan bahwa tubuh manusia kini menjadi tempat terakhir bagi limbah plastik yang gagal dikelola dengan baik.

Karena itu, para aktivis menuntut pemerintah provinsi untuk bergerak lebih tegas. Mereka meminta Gubernur Jawa Timur segera menertibkan peraturan gubernur yang secara eksplisit melarang pembakaran sampah plastik di seluruh wilayah Jatim. 

Anjar berharap kebijakan segera turun ke tingkat kabupaten/kota melalui peraturan wali kota atau bupati agar implementasinya lebih efektif. Selain larangan pembakaran, massa aksi juga mendesak perubahan pendekatan pengelolaan sampah.

Mereka menilai kebijakan pemerintah daerah terlalu fokus pada pengelolaan sampah plastik setelah menjadi limbah, alih-alih pada pencegahan dan pengurangan plastik sekali pakai.  (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: