Ragam Jenis, Tata Cara, dan Filosofi Dupa dalam Tradisi Tionghoa
Persembahyangan menggunakan dupa yang memiliki makna khusus dari perspektif tradisi Tionghoa.-Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
Ws. Liem mencontohkan dengan gerakan tangan seperti memegang dupa. Ia mengangkatnya ke atas tiga kali. Lalu bergerak seakan menancapkan dupa itu.
Begitulah umat Konghucu menghaturkan penghormatan menggunakan dupa. “Tiga kali diangkat ke atas, lalu ditancapkan. Ada juga yang setelah tiga kali ke atas, melakukan pengangkatan lagi satu kali. Baru kemudian ditancapkan. Tidak masalah,” ujarnya.
Dupa tersebut ditancapkan pada sebuah tungku yang dalam bahasa Hokkian disebut hio lo. Sedangkan bahasa Mandarin menyebutnya siang lu.
BACA JUGA:Jumlah Jari Naga dalam Kelenteng, Maknai Filsafat Konfusius
BACA JUGA:Pemindahan Kim Sin dan Prosesi Thiam Warnai Ibadah Pertama di Kelenteng Poo An Kiong, Blitar
Meski berbeda penyebutan, keduanya memiliki makna sama. Yakni "hati". “Ketika kita menancapkan dupa ke hio lo, itu tandanya ada kesatuan hati dan keterkaitan antara manusia dengan Tuhan,” ujar ayah lima anak itu.
Filosofi lainnya, dupa menggambarkan kehidupan manusia. Dupa yang terus menyala pasti akan habis kemudian mati. Meski begitu, wanginya masih tertinggal dan dapat dihirup.

Seorang umat beribadah menggunakan dupa. Dalam tradisi Tionghoa terdapat beragam jenis dupa dan tata cara bersembahyang menggunakan sarana tersebut.-Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
Begitu pun manusia yang memiliki daya hidup yang kelak akan meredup hingga meninggal. Seorang manusia apabila memiliki amal baik, berkontribusi bagi masyarakat, serta menjadi teladan, maka meski telah tiada, kenangan tentangnya takkan terlupakan.
Dalam sejarah masyarakat Tiongkok masa lalu, hanya kaisar yang boleh bersembahyang kepada Tuhan. Namun pada era Gong Zi, nabi besar Konghucu, tradisi itu diubah.
BACA JUGA:Pembangunan Ulang Kelenteng Poo An Kiong Blitar Rampung, Pengurus Gelar Ritual Pembersihan
BACA JUGA:Jelang Imlek, Kelenteng Boen Bio Gelar Cisuak sebagai Tolak Bala
Siapa saja diperbolehkan bersembahyang kepada Tuhan. “Hubungan antara manusia dan Tuhan kan tidak hanya berlaku untuk kaisar saja,” ungkapnya.
Juga sejak dulu hingga sekarang, umat Konghucu secara turun-temurun melestarikan tradisi peribadatan menggunakan dupa.
Terdapat beragam jenis dupa dalam khasanah tradisi Tionghoa. Secara warna, terdapat dua jenis. Yakni dupa bergagang merah dan hijau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: harian disway