Pengerahan Sumber Daya Pusat Tanpa Status Bencana Nasional
ILUSTRASI Pengerahan Sumber Daya Pusat Tanpa Status Bencana Nasional.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ambiguitas itu diperparah oleh ketiadaan aturan pelaksana pada level peraturan presiden (PP). PP 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana hanya mengatur penyelenggaraan penanggulangan bencana, bukan mekanisme penentuan tingkatan bencana.
Perpres 17/2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu pun tidak memberikan rumusan operasional tentang bagaimana menetapkan status bencana nasional.
Akibatnya, negara memiliki konsep ”bencana nasional”, tetapi tidak memiliki perangkat teknokratis untuk menafsirkan dan mengaktifkannya. Instrumen yang seharusnya menjadi dasar komando darurat justru beroperasi sebagai legal placeholder: ada dalam teks, tetapi tidak bisa digunakan dalam praktik.
Itulah akar problem strukturalnya: regulator memberikan ruang, tetapi tidak memberikan alat. UU menawarkan kerangka konseptual, tetapi tidak menyediakan mekanisme implementasi.
Dalam situasi kebencanaan, saat setiap menit menentukan nyawa manusia, kekosongan operasional semacam itu menciptakan policy ambiguity yang serius, negara tidak memiliki indikator objektif untuk menentukan kapan harus mengambil alih komando dari daerah.
Ketika aturan tidak menjelaskan kapan negara harus bertindak, keputusan beralih dari bersifat berbasis data menjadi berbasis interpretasi. Dampaknya jelas: instrumen penetapan status bencana nasional menjadi normatif secara hukum, tetapi nonfungsional secara kebijakan.
Namun, problem inti yang dihadapi Indonesia tidak berhenti pada ambigunya norma, tetapi terletak pada dua kondisi institusional yang lebih fundamental.
Pertama, institutional vacuum, yakni ketiadaan mekanisme formal yang dapat diaktifkan ketika pemerintah pusat perlu mengambil alih komando penanggulangan bencana. UU 24/2007 memang mengenal kategori ”bencana nasional”, tetapi tanpa threshold, prosedur evaluasi, maupun struktur komando yang jelas. Instrumen itu tidak dapat berfungsi sebagai basis operasional.
Akibatnya, ketika kapasitas daerah kolaps atau respons harus melibatkan sumber daya nasional lintas sektor, tidak ada jalur institusional yang tersedia untuk memindahkan komando secara sah dan terukur dari daerah ke pusat.
Kedua, kekosongan ini memaksa negara membangun institutional workaround, yaitu penggunaan mekanisme ad hoc seperti pembentukan kogasgabpad. Melalui mandat OMSP, TNI dapat segera dikonsolidasikan dalam satu komando gabungan tanpa menunggu prosedur penetapan status bencana nasional yang tidak operasional.
Workaround itu efektif dalam jangka pendek karena memungkinkan mobilisasi cepat dan koordinasi lintas-matra, tetapi ia juga menunjukkan lemahnya arsitektur tata kelola bencana: negara harus mengandalkan jalur alternatif untuk menjalankan komando nasional yang seharusnya diatur melalui kerangka hukum formal.
Implikasi strategisnya adalah penetapan status bencana nasional otomatis menggeser kewenangan daerah dan berpotensi mengganggu desain desentralisasi. Kementerian Dalam Negeri secara konsisten menjaga batas kewenangannya, sama dengan penolakannya terhadap model BPBD yang bersifat vertikal di bawah BNPB.
Karena itu, resistansi terhadap status bencana nasional bukan anomali –ia bagian dari pertarungan struktur kewenangan. Pengalaman di Lombok, NTB, 2018, dan Palu, Sulteng, 2018, memperlihatkan hal lain: pemerintah pusat dapat memobilisasi sumber daya nasional dalam skala besar tanpa deklarasi status bencana nasional.
Di Lombok, BNPB mengerahkan operasi SAR terpadu yang melibatkan TNI, Basarnas, Polri, BPBD, dan relawan; menggunakan alat berat; anjing pelacak; pesawat Hercules; helikopter; hingga kapal rumah sakit militer.
Akses logistik, air bersih, tenda, makanan, dan layanan dasar didistribusikan secara masif. Di Palu, meski status nasional tidak ditetapkan, presiden memerintahkan koordinasi lintas kementerian; TNI-Polri masuk operasi SAR; BNPB memimpin dukungan logistik, tenda, air bersih, serta pemulihan layanan dasar; bahkan bantuan internasional dibuka melalui mekanisme resmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: