Pengerahan Sumber Daya Pusat Tanpa Status Bencana Nasional

Pengerahan Sumber Daya Pusat Tanpa Status Bencana Nasional

ILUSTRASI Pengerahan Sumber Daya Pusat Tanpa Status Bencana Nasional.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Negara hadir penuh dan bergerak sebagai komando nasional de facto.

Fenomena itu memunculkan paradoks tata kelola: secara normatif, status bencana nasional diposisikan sebagai syarat formal bagi pemerintah pusat untuk mengambil alih kewenangan daerah, tetapi secara empiris pemerintah pusat tetap beroperasi sebagai aktor utama tanpa instrumen hukum tersebut dan mampu menggerakkan komando, sumber daya, dan koordinasi nasional secara penuh meski tidak ada deklarasi resmi. 

Pragmatisme krisis mengalahkan rigiditas regulasi. Itu memperlihatkan bahwa desain kebijakan belum tuntas: kita memiliki konsep status bencana nasional, tetapi tidak pernah membangun operasionalisasi yang kompatibel dengan arsitektur desentralisasi.

BELAJAR DARI NTB DAN PALU: PERAN KOGASGABPAD

Indonesia mengatasi kekosongan kelembagaan melalui institutional workaround –operasi de facto nasional melalui kogasgabpad tanpa deklarasi formal. 

Dalam konteks kebuntuan antara dua UU, opsi paling rasional saat ini memang tidak menggunakan status bencana nasional, tetapi tetap memungkinkan mobilisasi skala nasional melalui kogasgabpad (komando tugas gabungan terpadu) untuk penanganan bencana. 

Kuncinya adalah panglima kogasgabpad harus memahami dinamika hukum PB dan desentralisasi. Tujuannya, operasi tidak jatuh pada gaya OMSP yang terlalu militeristik. 

Palu 2018 memperlihatkan risiko ketika struktur komando terlalu tertutup sehingga peran sipil menyempit, koordinasi dengan lembaga kemanusiaan terbatas, dan operasi bergerak mendekati pola OMSP murni. 

Sebaliknya, NTB 2018 menunjukkan pendekatan yang lebih terbuka, kogasgabpad membuka ruang dialog, mengakomodasi masukan sipil, dan membentuk struktur pelaksana bersama antara pemda, unsur militer, dan masyarakat sipil. 

Model itu tidak menimbulkan ketegangan dengan desentralisasi, tetapi justru melengkapinya melalui mekanisme komando yang lebih inklusif.

Dasar hukum pengerahan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) memberikan ruang legal bagi militer untuk terlibat dalam operasi kemanusiaan tanpa memerlukan deklarasi status bencana nasional. 

Pasal 7 ayat (2) UU TNI mengatur bahwa salah satu tugas OMSP adalah membantu penanggulangan bencana alam sehingga TNI dapat diaktifkan melalui perintah presiden atau menteri pertahanan tanpa harus menunggu mekanisme penetapan status bencana pada tingkat nasional. 

Celah legal itu memungkinkan pembentukan kogasgabpad sebagai struktur komando gabungan yang bersifat ad hoc. Sebab, ia dapat berdiri di atas mandat OMSP, bukan di atas ”status bencana nasional” yang tidak pernah memiliki aturan operasional. 

Dengan demikian, kogasgabpad dapat bekerja secara de facto sebagai komando nasional sekalipun status nasional tidak dinyatakan secara formal.

Secara konseptual, kogasgabpad idealnya dibentuk pada kondisi ketika kebutuhan komando terpadu melampaui kapasitas koordinatif pemerintah daerah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: