PUNYA motor, tapi belum pegang STNK. Itulah nasib pendukung Jokowi alam menghadapi pilpres mendatang.
Mereka sudah siap-siap. Sudah konsolidasi. Jokowi pun hadir dalam pertemuan para pendukungnya di Magelang. Memang ia belum menunjuk siapa yang akan didukung. Hanya, sudah mengisyaratkan akan ada jagonya nanti. Jokowi pun meminta pendukungnya jangan kesusu (buru-buru). Tunggu tanggal mainnya. ”Walaupun yang kita dukung mungkin ada di tempat ini,” kata Jokowi. Lantas, muncul spekulasi yang mengarah ke Ganjar Pranowo, gubernur Jateng yang hadir di situ. Tapi, ya itu, walaupun memiliki massa dan pendukung, partainya apa? Lewat PDIP, partai yang dua kali mengusung Jokowi? Kalau lewat pintu tersebut, Jokowi harus dengar suara ibu ketua umum, Megawati Soekarnoputri. Aturan partai itu sudah jelas, capres yang diajukan apa kata Mega. Hak prerogatif ketua umum. Mega belum pernah bicara capres. Tapi, semua indikator di PDIP mengarah ke Puan Maharani, putri mahkota. Ganjar malah terkesan outsider. Saat ada acara partai yang yang berlangsung di Jawa Tengah, Ganjar yang notabene gubernur sekaligus kader senior tak diundang. Yang pasti, itu bukan hanya ujian bagi calon yang diusung, melainkan juga ujian bagi Jokowi. Seberapa kuat menjadi ”king maker”. Secara tersirat sudah mengisyaratkan ada calon yang akan diusung. Seberapa jauh ia mampu mendorong jagonya nanti. Sebagai presiden, tentu pengaruh politik Jokowi sangat kuat. Tak diragukan. Punya jaringan ke mana-mana. Apalagi, punya massa pendukung. Fanatik juga. Dalam pilpres, kekuatan pimpinan parpol begitu menentukan. Belajar dari Pilpres 2019, Mahfud MD yang digadang-gadang Jokowi sebagai pendamping sudah siap-siap. Sudah stand by di sekitar lokasi acara, menjelang deklarasi. Namun, tekanan elite parpol membuat ada kompromi. Nama Mahfud hilang. Muncul Ma’ruf Amin. Kalau calon yang didukung Jokowi dan Megawati nanti ternyata sama atau ada kompromi, bakal tak ada masalah. Persoalannya, kalau keduanya menenteng orang berbeda. Lewat pintu manakah jagonya Jokowi? Yang paling mungkin tentu lewat barisan partai yang kini berkoalisi di kabinet. Apakah lewat Koalisi Indonesia Bersatu yang baru saja dibangun Golkar, PPP, dan PAN? Koalisi itu sudah cukup untuk satu tiket. Golkar 85 kursi, PAN (44), dan PPP (19 kursi). Setara 23,67 persen, melebihi persyaratan PT 20 persen. Kehadiran koalisi (kalau tetap rukun hingga pencalonan) memunculkan calon alternatif di tengah dua arus besar. Arus besar pertama tentu kubu PDIP, partai yang memiliki kursi terbesar di DPR. Sebagai partai besar, tentu mereka mengajukan calon. Sejauh ini, banyak suara yang menduetkan dengan Gerindra. Bila itu terjadi, bakal muncul Prabowo-Puan. Arus besar kedua ialah kubu di luar pemerintah. Yakni, Demokrat. Besar kemungkinannya untuk bergabung dengan PKS. Kalau berdua, kursi di DPR belum cukup 20 persen. Butuh satu partai lagi. Sejumlah survei pun sudah mulai memasang duet Anies Baswedan-AHY sebagai representasi kubu tersebut. Masih ada Nasdem dan PKB yang hingga kini belum memperlihatkan tanda berkoalisi dengan siapa. Kendati, Ketum PKB Muhaimin Iskandar menyatakan siap bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu dengan syarat sebagai capres. Belum ada respons welcome dari tiga partai anggota koalisi itu. Di internal koalisi Golkar, PAN, PPP tersebut, belum ada tokoh kuat. Para ketua umum partai-partai itu, belum ada yang menonjol dalam survei lembaga kredibel. Yang agak lumayan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Dalam survei Kompas, Hartarto yang juga Menko Perekonomian masih kalah pamor dengan tiga besar (Anies, Ganjar, dan Prabowo). Ibaratnya, koalisi itu sudah punya kendaraan dan STNK, tapi belum punya sopir mantap. Bisa jadi itu akan menjadi sekoci capres yang didukung Jokowi. Dengan catatan, yang dijagokan berbeda dengan yang diusung PDIP. Apakah Jokowi akan memilih Ganjar? Belum tentu juga. Sejumlah orang dekatnya kini juga sudah terang-terangan menunjukkan hasratnya ikut running pilpres. Termasuk Erick Tohir. Juga, Prabowo. Bisa pula mendorong Airlangga Hartarto. Namun, satu yang perlu digarisbawahi, Jokowi di depan pendukungnya mengisyaratkan akan mempunyai jago nanti. Dengan demikian, yang menarik tak hanya persaingan para calon. Tapi, juga adu kekuatan para king maker. Sebab, di luar istana sana, juga ada para tokoh kunci lain seperti Megawati, SBY, dan JK yang mempunyai pengaruh ikut menentukan hasil pilpres nanti. (*)