Slamet menambah jumlah serial killer Indonesia setelah Wowon cs. Mengapa jumlah serial killer bertambah dan jadi lazim?
Prof Steven A. Egger dalam bukunya yang bertajuk The Killers Among Us: Examination of Serial Murder and Its Investigations (Prentice Hall, 2002) mengurai penyebab munculnya serial murder.
Ia menjelaskan: Pembunuhan berantai tergolong kasus jarang terjadi. Di era sebelum tahun 1950-an malah sangat langka, bahkan di Amerika Serikat (AS). Tapi, belakangan jumlah pembunuhan berantai terus meningkat. Di AS maupun negara-negara berkembang.
Egger adalah pakar pembunuhan berantai kenamaan. Ia guru besar kriminologi di University of Houston, Texas, AS. Ia menulis banyak buku hasil riset tentang pembunuhan berantai. Bukunya yang satu ini merupakan hasil investigasi dan berisi dasar-dasar pembunuhan berantai.
Dipaparkan, urbanisasi adalah ciri khas era modern. Itu mengubah sifat hubungan antarmanusia karena menghasilkan tingkat anonimitas yang belum pernah terjadi pada era sebelumnya.
Egger menyitir teori sosial dari sosiolog Jerman Ferdinand Tonnies dalam bukunya, Gemeinschaft und Gesellschaft, dalam bahasa Inggris: Community and Society (1887). Membedakan tipe masyarakat jadi dua, yaitu gemeinschaft dan gesellschaft.
Gemeinschaft (paguyuban). Individu dalam masyarakat cenderung ke arah komunitas sosial. Lebih mementingkan komunitas daripada keinginan dan kebutuhan individu. Itu bentuk masyarakat tradisional. Tandanya, saling kenal satu dengan lainnya. Bahkan kenal mendalam. Bahkan, warga sering menggunjing orang dalam komunitas mereka yang dirasa agak aneh menurut ukuran nilai setempat.
Gesellschaft (patembayan). Individu dalam masyarakat cenderung mementingkan urusan pribadi daripada urusan komunitas. Secara populer disebut juga individualistis. Cirinya, antarindividu dalam masyarakat tidak saling kenal. Bahkan, tidak saling tahu nama dalam komunitas mereka.
Gampangnya, gemeinschaft warga desa, gesellschaft di kota.
Egger fokus ke urbanisasi. Perpindahan warga desa ke kota. Di AS terjadi setelah Perang Dunia Ke-2, 1946. Urbanisasi besar-besaran. Di Indonesia masih berlangsung sekarang. Setiap orang mudik dan kembali ke kota, mengajak sanak kerabat ke kota.
Egger: ”Urbanisasi melahirkan serial murder. Sebab, pelaku secara tidak disadari, tanpa perlu belajar sosiologi, paham, bahwa masyarakat kota tidak saling mengenal. Maka, jika ada salah satu anggota masyarakat hilang karena dibunuh, tetangganya tidak tahu. Setidaknya, dalam tempo lama barulah tahu, bahwa ada anggota masyarakat yang tidak pernah kelihatan. Tapi, mereka tidak pernah mengurus, ke mana perginya orang yang hilang dan mengapa? Bahkan, masyarakat tidak tahu, harus bertanya itu kepada siapa?”
Dilanjut: ”Sebaliknya, bagi pelaku juga bebas. Masyarakat di sekitar pelaku tidak tahu semua aktivitas pelaku, termasuk membunuh orang. Di sini ada kelonggaran pengawasan masyarakat sebagai social control.”
Di AS, serial killer bermunculan pasca-Perang Dunia II. Seperti Jeffrey Lionel Dahmer, John Wayne Gacy, Ted Bundy dan beberapa lagi.
Egger tidak menyarankan masyarakat modern berubah kembali ke bentuk masyarakat tradisional. Sebab, itu mustahil, melainkan penyidik kriminal harus paham mengantisipasi kemungkinan lahirnya serial killer di masyarakat modern.
Tentu, buku tersebut mengulas detail strategi pelaku pembunuhan berantai serta pola pikir mereka. Ada teori-teori kriminologi.
Tapi, di kasus Mbah Slamet, meski TKP di desa, para tetangga Slamet tidak tahu pekerjaan Slamet. Bahkan, mereka tidak tahu Slamet sudah membunuh dan mengubur korban begitu banyak. Di dekat rumahnya. Di lingkungan Desa Balun.