Setelah dari Mojokerto, perjalanan penjurian tim 1 memasuki tahap akhir. Yakni ke Surabaya. Di Kota Pahlawan, kami menemui tiga babinsa inspiratif. Sekaligus menuntaskan cita-cita kami: makan enak di restoran cepat saji.
Di Koramil Gondang, Mojokerto, kami menjumpai seorang Babinsa inspiratif. Sertu Nur Hidayat. Ia berhasil membina dan mendidik Saka Wira Kartika, kegiatan pramuka di bawah naungan TNI-AD. Mereka menjadi pribadi yang terampil, berwawasan, dan berdedikasi. Bahkan satu anggotanya masuk Komcad AD. Satunya lagi menjadi kepala dusun di usia 23 tahun.
Formasi tim juri 1 tanpa fotografer berfoto di depan resto siap saji.-Boy Slamet-
Lewat keterampilan anak didik Sertu Nur, kami pun belajar tentang cara tali temali, keilmuan survive di hutan belantara serta berbagai pengetahuan lain yang berguna. Sertu Nur bagi kami adalah kandidat kuat yang layak diperjuangkan.
Setelah dari Gondang, kami menuju Kota Surabaya. Sore tiba, kami berempat merasa lapar. Lalu tak sengaja melewati sebuah restoran cepat saji. "Makan itu saja. Sudah, Mekdi," kata saya.
Semua setuju. Akhirnya bisa makan enak dengan nyaman dan lahap.
Dalam perjalanan pulang ke Surabaya, Dosen Probo sempat mengutarakan keinginan untuk peningkatan SIM miliknya. Dari B1 ke B2. Ia rupanya serius. "Untuk apa? Mau nyupir truk, pak?," tanya Azka.
Saya nyeletuk, "Ooo mungkin mau ke Unair bawa truk molen. Kan belum pernah ada dosen ngajar, datangnya pakai truk molen. Diparkir di parkiran Jalan Srikana".
Khayalan-khayalan yang muncul setelah perut kenyang adalah sarana mencairkan suasana. Sebab, esok hari adalah sesi penjurian terakhir kami di tiga tempat. Kemudian tinggal menunggu penjurian final, mempertemukan semua juri dari semua tim.
Di Surabaya, kami menghampiri tiga babinsa. Pertama, Babinsa Sawahan, Sertu Lukman Setiawan. Ia membina dan memelopori kegiatan olahraga di kawasan bekas lokalisasi. Warganya antusias. Bahkan inisiasi Sertu Lukman itu diwujudkan dalam pertandingan rutin serta perlombaan.
Kami pun sempat diajak oleh para personel Koramil Sawahan naik motor ke sarana-sarana olahraga. Bareng-bareng naik motor TNI, dibonceng bapak-bapak berseragam loreng. Menyusuri jalan-jalan sempit. Banyak orang memperhatikan.
Di sebuah sarana olahraga tenis meja, Sertu Lukman bersama beberapa warga bermain bersama. Akrab dan guyub. Kami pun dibawa ke lapangan futsal dengan latar jemuran. Mulai dari pakaian luar hingga pakaian dalam. Pemandangan yang lucu dan unik. Tapi lewat olahragalah kebersamaan warga tercipta.
Setelah dari Koramil Sawahan, kami menuju Koramil Wonokromo. Di situ terdapat babinsa inspiratif berjiwa sosial tinggi. Namanya Serda Misbahul Munir. Kami diajak mengunjungi rumah seorang ibu yang memiliki balita stunting, serta seorang nenek yang tinggal sebatang kara. Serda Munir merawat mereka dan rutin berkunjung untuk mengetahui keadaannya.
Ia tak segan berinteraksi. Menggendong balita stunting itu atau memijat tubuh renta nenek yang tertidur di ranjang sederhana. Sungguh, pemandangan yang menguras air mata. Betapa ia punya kepedulian besar terhadap mereka yang membutuhkan.
Mayor Inf Kasrun, Danramil Wonokromo, memberi kami jaket loreng. Saya dan Pak Boy mendapat jaket berwarna krem, Azka dan Probo mendapat warna hijau. Senang rasanya. Lantas setelah berpamitan, kami menuju Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) di daerah Siwalankerto. Menemui Serda Sahar, babinsa inspiratif yang giat menyuarakan toleransi dan persatuan.
Di situ kami bertemu dengan ratusan mahasiswa dari berbagai latar belakang. Hidup rukun, saling menghormati, atas peran Serda Sahar. "Bapak Sahar itu bapak kami. Beliau tiap malam patroli, keliling di AMN ini. Kalau ketemu, pasti mengajak bercakap-cakap, bergurau. Kami akrab," ujar Elisabeth Maria Abisay, salah satu mahasiswi AMN.