Perjalanan hari pertama sangat melelahkan bagi tim 4 juri lapangan. Tiga babinsa di dua kota benar-benar menguras tenaga kami. Sesuai jadwal yang ditentukan ketua panitia, malam pertama, tim harus menginap di Lamongan. Tapi hingga malam, kami masih ada di Tuban.
Sekitar pukul 21.30 kami meninggalkan kediaman Peltu Sonhaji, babinsa di Desa Pugoh, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban. Saya kembali mengemudikan Honda Mobilio. Badan sudah lelah. Kantuk pun mulai melanda. Namun, harus bisa tetap kuat mengemudikan mobil. Hanya tersisa saya sendiri yang bisa bawa mobil.
BACA JUGA:Penjurian Lapangan Brawijaya Award (29): Bojonegoro-Tuban, Perjalanan yang Mengesankan
Pak dosen (Gitadi Tegas Supramudyo, red) tidak bisa mengemudikan mobil saat malam. Mata pak dosen tidak lagi bisa melihat jelas ketika malam. Mungkin saja karena sering menatap layar laptop atau pusing membaca skripsi mahasiswanya. Mungkin.
Sudut hotel di Lamongan yang saat malam cukup seram.-Moch Sahirol Layeli-
Perjalanan keluar dari tempat Peltu Sonhaji, kami didampingi Lettu Inf Anang, Pasiter Kodim 0811/Tuban. Ia tidak mau kami tersesat lagi. Atau kembali ke perkebunan jagung seperti perjalanan kami sebelumnya.
Saat itu kami kaget, ternyata jarak dari jalan raya ke rumah Peltu Sonhaji tidak jauh. Hanya sekitar 20 sampai 30 menit perjalanan saja. Kami pun terus mengikuti perwira muda dengan balok dua emas di tanda kepangkatannya itu dari belakang. Anang memastikan kami bisa keluar dari Tuban.
Awalnya, pak dosen menyarankan kita untuk menginap di Tuban. “Kita cari penginapan di sini saja mas. Besok kita lanjutkan perjalanan,” ucap Pak Dosen.
“Saran saya sih pak kita tetap lanjut. Istirahat di Lamongan saja. Supaya, bangun pagi, kita langsung ke kodim. Jadinya kan dekat pak,” ucap saya sambil tetap fokus membawa mobil. Pak dosen setuju. Semua di dalam mobil itu sepakat perjalanan dilanjutkan. Sesuai dengan yang dijadwalkan. Kami menginap di Lamongan.
Perjalanan malam itu diarahkan menggunakan jalur pantura (Pantai Utara) Pulau Jawa. Pelbagai mobil besar menemani perjalanan kita. Mata yang tadi mengantuk, sekejap sadar 100 persen. Itu karena melihat banyaknya truk yang berada di samping kami.
Fokus hilang sebentar saja, cerita ini akan berubah. Bisa dipastikan tidak ada yang menulis cerita ini. Apalagi, kami dalam posisi kecepatan tinggi. Belum lagi, di tengah perjalanan, kami melihat mobil yang baru saja kecelakaan. Avanza vs truk.
Sahirol, sang forografer kembali menjadi navigator. Dari spion mobil, saya melihat Bagus dan Pak Dosen sudah tidur. Saya sangat paham dengan kondisi mereka. Karena kita semua sudah capek. Saya sudah tidak bisa pamitan dengan Lettu Inf Anang.
“Komandan, terima kasih sudah diantar sampai sini (jalan keluar Tuban, red),” ucap saya dari telepon genggam.
Saya hanya bisa berpamitan melalui telepon.
“Siap mas. Jangan kapok-kapok main ke sini. Hati-hati di jalan,” ucapnya di seberang sana.
Kini, kami kembali mengandalkan kehebatan googlemap untuk memandu kami. “Semoga jangan tersesat lagi,” guyon Sahirol.