DALAM menilai sesuatu, kata Teguh Kinarto, "久仰大名,不如一见" (jiǔ yǎng dà míng, bù rú yī jiàn): sekalipun telah lama mendengar kemasyhuran namanya, tetap lebih baik bertemu langsung meski sebentar saja.
Anda sudah tahu, ungkapan yang dikutip founder sekaligus owner Podo Joyo Masyhur (PJM) Group itu adalah pemaknaan kontekstual dari pepatah "耳听为虚,眼见为实" (ěr tīng wéi xū, yǎn jiàn wéi shí): yang didengar telinga palsu, yang dilihat mata asli.
Adagium tersebut semakin menemukan relevansinya di zaman sekarang: ketika yang dijadikan mercusuar kebenaran ialah sedikit/tidaknya follower media sosial seseorang.
Makin banyak follower orang yang membicarakannya, hoaks pun akan dianggap sebagai sebuah fakta; makin sedikit follower orang yang membicarakannya, fakta pun akan dianggap sebagai hoaks belaka.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Teguh Kinarto: Jiu Feng Zhi Ji Qian Bei Shao
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Owner PJM Group Teguh Kinarto: Bai Wen Bu Ru Yi Jian
Kalau begini, ke depan, fakta haruslah didengungkan oleh sebanyak mungkin orang bila mau dipercaya khalayak. Sebab, orang-orang kemungkinan akan cenderung semakin terjerembap pada ada yang dalam ilmu psikologi sebut sebagai "illusory truth effect", efek ilusi kebenaran. Yakni, timbulnya kecenderungan untuk memercayai informasi yang salah sebagai suatu kebenaran setelah adanya proses penyebaran secara terstruktur, masif, dan sistemik.
Supaya terbebas dari jerat demikian, jalan keluarnya ya yang dibilang Teguh tadi: melihat sendiri.
Tentu, tidak semua orang bisa terjun langsung ke lapangan untuk mengecek benar/tidaknya sesuatu. Karena keterbatasan waktu, karena keterbatasan biaya, atau karena keterbatasan-keterbatasan lainnya.
Dalam kondisi begitu, yang bisa dilakukan kita selain tetap mempertahankan curiosity (rasa ingin tahu), jangan-jangan suudzan juga dibolehkan agar tidak mudah tertipu? (*)