Tantangan Koki Dapur MBG, Masak Besar dengan Rasa yang Sama

Tantangan Koki Dapur MBG, Masak Besar dengan Rasa yang Sama

TIM KITCHEN SPPG Pagesangan yang sigap dan menjaga kebersihan saat mengolah bahan pangan untuk MBG.-SPPG Pagesangan untuk Harian Disway-

MATAHARI belum sempat menampakkan sinarnya. Namun api kompor sudah mulai menyala di dapur SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) Pangesangan. Alat masak besar sudah disiapkan.

Bahan-bahan ditata. Di balik aktivitas itu, ada satu sosok yang memegang kendali rasa dan ritme. Juru masak utama dapur.

Muhamad Arifin bukan orang baru di dunia dapur. Sebelumnya, pria berumur 38 tahun itu bekerja sebagai koki restoran.

Namun, dapur SPPG menghadirkan tantangan berbeda. Bukan puluhan porsi. Bukan ratusan. Tapi ribuan.

Setiap hari, Arifin memasak sekitar 1.380 hingga 1.400 porsi MBG (Makan Bergizi Gratis).

BACA JUGA:Dapur MBG Nikmat Barokah Dongkrak Omzet Toko Roti UMKM

BACA JUGA:Senyuman Siswa Hilangkan Penat dan Lelah Driver MBG

Jumlah itu tidak selalu sama. Bisa berubah. Tergantung penerima manfaat hari itu. Yang pasti, dapur harus siap.

Tantangan terbesar datang sejak awal proses. Menentukan takaran. Menghitung bahan.

Memastikan semuanya cukup. Kesalahan kecil bisa berujung panjang.

“Kalau kurang, kita yang repot. Harus motong lagi. Masak lagi. Itu makan waktu,” katanya dengan nada lantang.

Di dapur SPPG, waktu adalah hal yang paling mahal. Memasak harus selesai sebelum pemorsian dimulai.

Pemorsian harus tuntas sebelum distribusi berangkat. Semua saling terkait. Sang Chef tidak bekerja sendirian. Ia dibantu dengan dua tim asistennya. Namun perannya tetap krusial.


SALAH SATU KELAS penerima manfaat dari SPPG Pagesangan Surabaya.-SPPG Pagesangan untuk Harian Disway-

Ia yang menentukan standar rasa. Ia yang memastikan masakan tetap konsisten meski dibuat dalam jumlah yang besar. Menjaga rasa punya tantangan tersendiri. Setiap orang punya tangan yang berbeda. Arifin menyiasatinya dengan membuat bumbu dasar sendiri.

“Kalau saus, saya yang buat. Baru dibagi. Biar rasanya sama”, ujarnya dengan nada tingi.

Tidak semua hari berjalan mulus. Ada saat ayam terlalu hancur. Ada saat sayur kurang matang. Ada hari ketika bahan datang terlambat. Semua itu meenjadi bagian dari proses.

“Setiap hari pasti ada miss kecil. Dari situ kita belajar,” kata sang koki utama SPPG Pagesangan”

Soal kelelahan, ia mengaku selama ada kebersamaan dan solidaritas dalam tim, semua rasa lelahnya tak terasa. “Tim punya bagiannya masing-masing. Kita saling bantu,” ujarnya singkat.

BACA JUGA:Keseruan Relawan Dapur MBG di Tengah Ritme Dapur yang Cepat

BACA JUGA:Dapur MBG Nikmat Barokah Rekrut Relawan dari Masyarakat Sekitar

Di balik rasa duka, ada kepuasan yang sulit tergantikan. Arifin menyebut dapur SPPG sebagai pengalaman baru dalam kariernya. Ia terbiasa memasak untuk acara besar. Tapi memasak untuk ribuan anak setiap hari memberi makna yang berbeda. “Ini bukan sekadar masak. Ini program yang sangat bagus,” ujarnya.

Kesadaran itu membuatnya bertahan. Ia merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Membantu pemenuhan gizi anak-anak. Menyukseskan program yang dampaknya langsung terasa.

Disiplin menjadi kunci utama di dapur. Arifin menanamkan itu sejak awal. Ketepatan waktu. Kebersihan area. Kesiapan tim.

Namun tidak semua hari ideal. Ada saat anggota tim tidak masuk. Menyebabkan personel masak hanya menyisakan dua orang.

BACA JUGA:Kisah Mufaizah dan Senandung Harapan Relawan Dapur MBG

BACA JUGA:MBG, Melatih Anak Suka Sayur dan Buah

Dalam kondisi seperti itu, kebersamaan dari tim lain pun turut hadir bahu-membahu memasak demi menjaga gizi anak-anak.

“Saya percaya sama tim saya. Sehari-hari kita bisa. Harusnya kalau ada masalah kecil pasti bisa diatasi,” ujarnya.

Dari dapur SPPG, Arifin juga belajar hal baru. Soal gizi. Soal kalori.

Hal yang jarang ia pikirkan saat bekerja di restoran. “Kalau di restoran, yang penting enak. Disini harus sesuai standar,” ucapnya.

Hari kerja biasanya berakhir pukul sepuluh pagi. Namun Arifin tidak langsung pulang. Ia menunggu, memastikan tidak ada kekurangan dalam makanannya. Mengantisipasi jika ada yang harus dimasak ulang.

Lelah datang belakangan. Tapi rasa bangga lebih dulu terasa. Terutama saat tahu makanan yang ia masak sampai ke sekolah-sekolah.

Arifin juga memiliki harapan. Untuk menjaga solidaritas dan teamwork dalam memasak. Karena dengan hal itu, semua masalah dapat terselesaikan. Terlebih lagi semua pekerjaan akan terasa mudah.

Di balik ribuan porsi yang tersaji setiap hari, ada tangan yang bekerja tanpa henti. Ada keringat. Ada kesalahan kecil. Ada pembelajaran.

 

Suka dan duka juru masak dapur SPPG tidak terlalu terlihat. Tapi dari dapur inilah, rasa dan harapan diracik setiap pagi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: