SURABAYA, HARIAN DISWAY – Banyak bangunan cagar budaya di Kota Surabaya. Tetapi, hanya sebagian saja yang terawat dengan baik. Salah satu di antaranya Grha Wismilak.
Bangunan kolonial yang ikonis di Jalan Raya Darmo itu masuk kategori bangunan cagar budaya kelas A. Aturannya sangat jelas. Tidak boleh direnovasi dan diperlakukan serampangan.
Tujuannya, agar tidak mengurangi otentisitas dan nilai historis bangunan. Itulah kenapa perawatannya cukup sulit.
BACA JUGA: Sebelum Jadi Grha Wismilak, Kondisi Bangunan Memprihatinkan
’’Anggaran pemeliharaannya juga sangat besar,’’ kata Ketua Yayasan Wismilak Henry Nayoan, Kamis, 17 Agustus 2023. Bahkan, menurut Henry, ongkos perawatan lebih besar ketimbang membangun gedung baru.
Di gedung yang berlokasi di Jalan Polisi Istimewa itu, ada tambahan bangunan baru. Yakni di sayap belakang. Pembuatannya harus sangat hati-hati. Agar bangunan yang lama tidak berubah, apalagi rusak.
Nico Van Horn (kiri) dari KITLV Leiden, Belanda, memenuhi undangan Wismilak pada 2010 silam-Dokumentasi Wismilak -
Untuk itu, atas masukan para pakar cagar budaya, gedung itu dipasangi sejumlah tiang pancang berukuran raksasa. Pengerjaannya butuh waktu dua tahun. Yakni mulai 2007. Dan baru diresmikan pada 2009.
’’Jadi biayanya lebih mahal mempertahankan bangunan yang lama daripada membangun gedung belakang itu,’’ ungkap Henry tanpa menyebut nominal pasti.
Cara perawatan bangunan kolonial amat khusus. Apalagi struktur bangunannya berbeda dengan bangunan-bangunan modern.
BACA JUGA: Berikut Kronologi Jual Beli Grha Wismilak
BACA JUGA: Kelurahan dr Soetomo Tak Terbuka Soal Sejarah Kepemilikan Grha Wismilak
Seluruh dinding bangunan kolonial didominasi oleh pasir. Dan hanya menggunakan sedikit semen. Itulah yang bikin biaya perawatannya lebih mahal.
Lantai dua Grha Wismilak yang sangat terawat-Dokumentasi Wismilak -
Pada 2010, Wismilak mendatangkan Nico Van Horn. Seorang arsiparis khusus wilayah Asia Tenggara dari KITLV Leiden, Belanda. Nico membantu mencarikan ornamen asli bangunan berusia lebih dari satu abad itu.
Sistem pengamanan gedung pun demikian. Wismilak memisahkannya dengan sistem operasional. Misalnya, untuk pencegahan pemadam kebakaran.
’’Kami pasang sistem hydrant terpisah dari gedung. Ada pendeteksi panas dan asap khusus,’’ ungkap Henry. Tersedia genset dan cadangan air sendiri untuk sistem hydrant. Itu adalah langkah antisipasi bila sewaktu-waktu listrik PLN padam.
Sejauh ini, Henry memastikan tak ada unsur bangunan yang dipugar atau direnovasi sepenuhnya. Pengelola lebih mengutamakan perawatan.
BACA JUGA: Inilah Nama-Nama Bangunan Sebelum Menjadi Grha Wismilak
BACA JUGA: Sejarah Grha Wismilak, Benarkah Markas Polisi?
Lantaran hampir seluruh ornamen terbuat dari kayu dan sangat sensitif. Maka tidak boleh terlalu lembab. Serangan hama seperti rayap pun harus diantisipasi. Dalam hal ini, Wismilak menyediakan tim audit eksternal yang rutin mengontrol gedung.
’’Apalagi posisi gedung ini di perempatan. Polusinya tinggi dan rentan merusak,’’ tandas lelaki berkacamata itu. Sebagai antisipasi, gedung dicat ulang tiap tahun.
Selain itu, ada pembagian tempat kerja khusus. Para karyawan hanya boleh menempati lantai dasar untuk operasional. Sementara lantai dua hanya untuk display arsip-arsip sejarah.
Pembagian itu penting dilakukan. Supaya, kata Henry, lantai dua tidak terlalu terbebani.
’’Ini cara kami merawat Grha Wismilak selama 30 tahun. Semua demi melestarikan gedung cagar budaya ini,’’ paparnya. (*)