Pakar Hukum Agraria Kritisi Pernyataan Kakanwil Jatim Terkait Tidak ada Warkah SHGB Grha Wismilak di BPN

Pakar Hukum Agraria Kritisi Pernyataan Kakanwil Jatim Terkait Tidak ada Warkah SHGB Grha Wismilak di BPN

Pakar Hukum Agraria/Pertanahan, Sri Setyadji-dok. pribadi-

SURABAYA, HARIAN DISWAY -  Pernyataan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Jawa Timur, Jonahar, terkait tidak adanya warkah  Grha Wismilak di BPN dikritisi oleh Pakar Hukum Agraria/Pertanahan, DR. Sri Setyadji, S.H., M.Hum.

Senin lalu, 21 Agustus 2023, pada momen peringatan proklamasi Polri di Grha Wismilak, Jonahar mengungkapkan keyakinannya bahwa gedung tersebut akan kembali ke tangan Polda jatim.

Di hadapan   Pejabat  Utama (PJU) Polda Jatim dan 39 kapolres yang hadir, Jonahar mengemukakan 3 alasan yang membuatnya yakin SHGB nomor 648 dan 649 cacat administrasi.


Kakanwil BPN Jatim Jonahar di Grha Wismilak, Senin, 21 Agustus 2023.-Pace Morris-

Yang pertama, menurutnya tidak lazim gedung yang sedang dipakai Polri kemudian ada yang melakukan permohonan Hak Guna Bangunan (HGB). Apalagi itu dari perseorangan.

Kemudian, antara bangunan yang dimohon dan yang tertera  di SK tidak sinkron. Maksudnya, objek yang diukur tidak sesuai atau tidak sama dengan objek yang ada di SK. 

“Yang ketiga, tidak ada warkahnya di kanwil,” ucapnya dengan penuh keyakinan. Yang artinya, dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut tidak teregister.

Menurut Pakar Hukum Agraria/Pertanahan Universitas Tujuh belas Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Sri Setyadji, pernyataan Jonahar itu kurang cermat.

Karena, secara yuridis, setiap langkah pendaftaran hak atas tanah harus memenuhi dua persyaratan administratif : memenuhi secara fisik dan teknis.

“Jika persyaratan tersebut telah dipenuhi, baru dilakukan pengukuran. Dalam pengukuran tersebut dilakukan Petugas Ukur Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,” terang Sri Setyadji saat dihubungi Harian Disway, Rabu sore, 22 Agustus 2021.

Selain itu juga melibatkan perangkat setempat. Kecamatan, Lurah, RT/RW, serta pihak pemohon.

Jika disetujui maka hasil pengukuran itu ditanda tangani oleh perangkat. Dan kemudian dilegalkan.

“Tapi kalau ada salah satu pihak yang tidak setuju atau tidak mau tanda tangan, ya batal. Tidak bisa dilegalkan,” ucap pria yang akrab dipanggil  Ebes itu.

BACA JUGA:Polda Jatim Harus Berhati-Hati Dalam Perkara Grha Wismilak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: