Dalam Permendikbud Ristek No 53 Tahun 2023, status akreditasi perguruan tinggi ikut disederhanakan. Dari yang sebelumnya banyak tingkat menjadi dua tingkat: Terakreditasi dan Tidak Terakreditasi. Begitu pula dengan status akreditasi program studi kini lebih ditambah opsi Terakreditasi Internasional.
Aturan Anyar Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim (4-habis) : Sebaiknya Kampus Terus Kejar Akreditasi Nasional
Minggu 03-09-2023,12:04 WIB
Editor : Doan Widhiandono
MENDIKBUD Ristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa akreditasi yang dimiliki perguruan tinggi dan tiap prodi saat ini masih sah. Tentu sampai masa berlakunya habis. Setelah itu, barulah kampus wajib bertransisi ke aturan baru.
Bagi kampus yang sudah terakreditasi A, B, atau C, statusnya masih masih valid. Ia menyebutnya sebagai grey period. Setidaknya, berlaku dua tahun ke depan.
Penyederhanaan akreditasi itu memang diperlukan. Sehingga, beban kampus makin ringan. “Karena saya dengar memang sudah lama sistem ini diinginkan. Enggak terlalu merepotkan lagi,” katanya seperti dikutip di forum Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Perguruan Tinggi, dikutip Jumat, 1 September 2023.
Kabar gembira bagi perguruan tinggi dan prodi yang belum menjalani akreditasi. Kini, bisa menjalani sistem akreditasi yang baru. Biayanya pun ditanggung penuh oleh pemerintah. Tak lagi dibebankan ke kampus.
Biaya gratis itu tak berlaku bagi perguruan tinggi dan prodi yang ingin meningkatkan status akreditasinya. Mereka tetap harus menanggung biaya sendiri.
Dengan begitu, kata Nadiem, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) tidak boleh lagi menarik biaya ke perguruan tinggi untuk akreditasi wajib. Melainkan hanya boleh kepada kampus yang ingin akreditasi Unggul.
“BAN-PT dan LAM bertanggung jawab untuk menyesuaikan instrumen akreditasi dengan standar baru ini,” terangnya. Kebijakan penanggungan biaya akreditasi wajib ini terutama untuk memudahkan perguruan tinggi dengan skala lebih kecil. Beban finansial mereka akan berkurang.
Tampilan sistem informasi pembelajaran di Universitas Dinamika, Surabaya, yang membantu proses belajar-mengajar para mahasiswa.-Akhyar-Harian Disway-
Status akreditasi perguruan tinggi kini terdiri dari Terakreditasi dan Tidak Terakreditasi. Sedangkan status akreditasi prodi terdiri dari Terakreditasi oleh Lembaga Internasional, Terakreditasi Unggul, Terakreditasi, dan Tidak Terakreditasi.
Sebelumnya, akreditasi yang dilakukan BAN-PT, peringkat akreditasi dengan Instrumen Akreditasi 7 Standar terdiri dari A, B, dan C. Sementara itu, peringkat akreditasi dengan Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS) 4.0 dan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi IAPT 3.0 terdiri dari Unggul, Baik Sekali, dan Baik. Ini tertuang dalam Peraturan BAN-PT Nomor 1 Tahun 2022 tentang Mekanisme Akreditasi.
Rektor Universitas Negeri Malang Prof Hariyono menyambut baik kebijakan tersebut. Sayangnya, cuma biaya akreditasi wajib yang tidak lagi dibebankan ke kampus. Harusnya bisa berlaku juga bagi kampus yang mau meningkatkan akreditasi.
“Karena selama ini memang perguruan tinggi sangat terbebani secara finansial. Biaya akreditasi yang tak murah itu otomatis dibebankan juga ke uang mahasiswa,” katanya. Ia pun setuju bila kampus yang terakreditasi internasional tak perlu menjalani akreditasi nasional. Sebab, menjalani dua akreditasi hanya buang-buang waktu dan tenaga.
Apalagi sejauh ini kualitas lembaga akreditasi nasional selalu di bawah internasional. Dengan pilihan yang opsional itu, perguruan tinggi maupun prodi, bisa fokus mengejar satu akreditasi saja. Tentu memilih akreditasi internasional.
Begitu pula dengan Rektor Universitas Airlangga Prof Mohammad Nasih. Menyarankan agar perguruan tinggi mengejar akreditasi internasional. Kualitas kampus di tanah air harus bisa setara dengan kampus-kampus terbaik di luar negeri.
AKTIVITAS MAHASISWA Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Mereka menjalani kuliah yang menjamin kompetensi lulusan.-Ahmad Rijaludin Erlangga-Harian Disway-
“Caranya ya harus mau pakai standar internasional,” ujarnya. Terakreditasi internasional berarti juga diakui secara internasional. Ini juga sangat penting, terutama bagi kampus-kampus mentereng di dalam negeri.
Banyak peluang kerjasama yang akan terbuka. Kampus bisa bikin program pertukaran mahasiswa asing lebih luas lagi. Mudah menggandeng badan dan organisasi internasional untuk menjalin kerja sama.
Kuncinya, kata Prof Nasih, ya harus punya akreditasi internasional. Selain itu, kampus akan lebih mudah menggalang dana dari luar negeri. “Ini semua nanti muaranya pada kualitas pendidikan kampus kita, kualitas mahasiswa kita. Kalau akreditasinya dari antah berantah ya mana ada pihak luar yang mau kerja sama,” tandasnya.
Sementara itu, Rektor Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Prof Mulyanto Nugroho bernada sama. Akreditasi sangat mencerminkan kualitas kampus maupun prodi. Seharusnya, lembaga akreditasi dalam negeri harus bisa sejajar dengan lembaga akreditasi internasional. “Jadi nggak perlu repot-repot lagi nanti,” jelasnya. (Mohamad Nur Khotib)
Kategori :