Ketentuan baru yang memberikan kesempatan kepada institusi pendidikan untuk menentukan arah perkembangannya harus dilihat sebagai peluang –bukan dianggap sebagai beban.
BACA JUGA:Puluhan Dosen FISIP Unair Healing ke Luar Negeri, Merevitalisasi Batin dan Semangat Kerja
BACA JUGA:Menjadi Guru Besar
Bagi Universitas Airlangga, menurut Djoko, peluang baru tersebut harus dimanfaatkan sebagai semangat untuk terus memperbaiki kualitas dan peringkat institusi pendidikan terbaik di Jawa Timur dan nomor 2 di Indonesia tersebut (menurut Times Haiger Education/THE) dalam kancah persaingan di tingkat global.
Sejak menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan, semangat yang diusung Nadiem Makarim, seperti diketahui, adalah membuat proses pembelajaran dapat berlangsung lebih terbuka, kontekstual, dan memberikan ruang seluas-luasnya untuk pengembangan potensi peserta didik.
Berbeda dengan era sebelumnya (proses pembelajaran cenderung berlangsung kaku), dengan diberlakukan Permendikbudristek 53/2023, diharapkan institusi pendidikan dapat lebih otonom menentukan rute perkembangannya membangun anak bangsa yang berkualitas dan relevan dengan tuntutan zaman.
Berdasar hasil amatan dan belajar dari pengalaman, selama ini pelaksanaan proses belajar mengajar di institusi pendidikan dinilai terlalu kaku. Secara garis besar, ada tiga hal utama yang dinilai banyak mewarnai proses pembelajaran di lingkungan PT.
Pertama, rumusan kompetensi sikap, pengetahuan umum, dan ketrampilan umum yang seharusnya dikuasai para lulusan dinilai sangat terperinci dan dijabarkan terpisah.
Kedua, tahapan akhir untuk menilai kompetensi lulusan dinilai terlalu kaku dan tidak memberikan kesempatan mahasiswa untuk memilih rute akademik sesuai minat dan bakatnya. Mahasiswa program sarjana wajib menulis skripsi, program magister wajib publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi plus menulis tesis, dan mahasiswa program doktor wajib menulis disertasi dan publikasi dalam jurnal internasional bereputasi.
Kebijakan seperti itu dinilai menutup peluang mahasiswa untuk mengembangkan potensinya yang berbeda-beda antara mahasiswa satu dan yang lain.
Ketiga, mengatur secara kaku alokasi waktu dalam 1 SKS untuk bentuk pembelajaran tertentu. Misalnya, 1 SKS terdiri atas kuliah tatap muka 50 menit, penugasan terstruktur 60 menit per minggu, dan kegiatan mandiri 60 menit per minggu.
Aturan yang terlalu kaku, alih-alih membuat institusi pendidikan bisa lebih fokus dalam proses perkembangannya, justru yang terjadi sebaliknya. Pengalaman telah banyak membuktikan, pengaturan yang terlalu rigid sering menyebabkan PT kurang leluasa merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan kurikulum dan perkembangan teknologi.
Dengan adanya Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 yang diluncurkan dalam ekspose Merdeka Belajar episode ke-26, secara garis besar ada dua hal yang ingin diwujudkan. Pertama, bagaimana mewujudkan standar nasional PT yang lebih memerdekakan. Kedua, pelaksanaan sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial PT.
Selama ini, di berbagai PT sudah bukan rahasia lagi ketika harus mengurus akreditasi kebanyakan dosen harus mengerjakan borang akreditasi yang rumit. Oleh karena itu, tak jarang para dosen terjebak pada tugas-tugas administratif yang membebani.
Ruang dan peluang dosen menulis buku, artikel, jurnal, dan karya-karya akademik lain menjadi sangat terbatas. Dosen tidak jarang juga tidak bisa mempersiapkan kegiatan perkuliahan dengan maksimal karena sebagian waktu mereka tersita untuk mempersiapkan berkas akreditasi.
Dengan hadirnya Permendikbudristek 53/2023, standar pendidikan tinggi diharapkan tidak lagi preskriptif, terperinci, dan kaku. PT diberi keleluasaan untuk melakukan deferensiasi misi dan mengembangkan inovasi dalam meningkatkan mutu kegiatan tridarma PT.