BACA JUGA:Viral Demo Dukung Palestina Pakai Emot Gambar Semangka, Apa Artinya?
Houthi mengancam untuk menjatuhkan presiden jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi.
Selain itu, kelompok Houthi yang beraliran Syiah ini juga menekankan perlunya mendistribusikan kekuasaan lebih merata melalui representasi kelompok etnis, agama, dan aktivis dalam pemerintahan setelah Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh digulingkan pada 2011.
Puncak Kejatuhan Yaman
Pertempuran awal antara pasukan Pemerintah Yaman dan kelompok Houthi dimulai pada September 2014 di sekitar ibu kota Sana'a.
Pada saat itu, Houthi menyerang stasiun televisi pemerintah dan kemudian menyerbu Istana Perdana Menteri Yaman Salem Basindwa.
Serangan ini memaksa Perdana Menteri Salem Basindwa untuk mengundurkan diri pada 24 September 2014 sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang diajukan oleh Houthi.
Presiden Yaman Abd Rabbo Mansour melakukan pengunduran diri dari jabatannya pada 23 Januari 2015. Houthi memanfaatkan kekosongan kekuasaan tersebut dengan mendirikan pemerintahannya sendiri. -Khaled Abdullah-Reuters
Khaled Bahhah kemudian menggantikan Basindwa sebagai Perdana Menteri Yaman baru, dan pertempuran berakhir dengan gencatan senjata.
Serangan Houthi terhadap Istana Kepresidenan pada 23 Januari 2015 membuat Abdrabbuh Mansur Hadi mengumumkan pengunduran diri sebagai Presiden Yaman sehingga menciptakan kekosongan kekuasaan.
Setelah menggulingkan pemerintah yang berkuasa, Houthi mendirikan pemerintahan sendiri, tetapi pemerintahan ini tidak mendapatkan dukungan rakyat Yaman.
Protes rakyat ini memicu tindakan keras dari Houthi, yang kemudian menyatakan perang terhadap siapa saja yang menentang mereka, tanpa memedulikan warga sipil atau pemerintah.
BACA JUGA:Israel Dikepung, Perang Palestina Melebar ke Lebanon dan Yaman
Pada Februari 2015, beberapa negara menutup kedutaan mereka di Yaman karena situasi di Sana'a semakin memburuk.