KALAUPUN ada upaya proses pemakzulan Presiden Jokowi, bisa-bisa putusannya kalah cepat dengan pergantian presiden (cara normal).
Rumit dan panjangnya pemakzulan seperti masuk hutan, lewati lautan, masuk hutan lagi. Masih lagi masuk hutan.
Kini pemakzulan atau impeachment atau upaya menurunkan presiden di tengah jalan muncul lagi. Pemicunya pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. Ia mengaku telah diintervensi Presiden Jokowi saat menangani kasus e-KTP. Jokowi meminta kasus yang telah menetapkan Setya Novanto (ketua DPR saat itu) sebagai tersangka dihentikan.
BACA JUGA: Drakor Jokowi
BACA JUGA: Populisme ala Jokowi
Pengakuan Agus itu langsung memicu pro-kontra di DPR. Di kalangan anggota DPR itu sudah ada usulan untuk diproses politik. Misalnya, usulan politikus Partai Demokrat Benny K. Harman. Ia mengusulkan memanggil Agus Rahardjo.
Kelompok di luar parlemen juga sudah membangun kekuatan. Kelompok Petisi 100 pada Rabu, 6 Desember 2023, sudah melakukan konsolidasi di gedung PDHI (Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia) Yogyakarta.
Hadir mantan KSAD Jenderal Tyasno Sudarto, Syukri Fadoli, dan Marwan Batubara. Juga, Amien Rais dan M. Taufiq yang memberikan pandangan secara video call.
BACA JUGA: Sapu Jagat ala Jokowi
BACA JUGA: Guruh Soekarnoputra Usul Jokowi Jadi Ketum PDIP, Partai Keluarga Terancam
Seminggu sebelumnya Petisi 100 juga melakukan konsolidasi di Jakarta. Hadir, antara lain, mantan KSAL Laksamana (purn) Slamet Subianto, mantan Dankomar Letjen (purn) Soeharto, dan mantan Danjen Kopassus Mayjen (purn) Soenarko. Mereka juga mempersoalkan putusan MK yang meloloskan Gibran itu.
Intinya, dua pertemuan yang dihadiri tokoh tersebut menuntut Jokowi segera dimakzulkan.
Pintu makzul alias impeachment hanya lewat DPR.
Pintu pertama lewat hak angket di DPR. Harus ada anggota dewan yang mengajukan. Kalau memenuhi syarat, baru dibahas di paripurna DPR. Di sanalah alot pertama.
BACA JUGA: KTT Ke-43 ASEAN 2023: Patsy, Jokowi, dan Biden