MASA tenang sedang kita lintasi. Alat peraga kampanye secara fisik memang lumayan bersih dari pandangan kota. Walau begitu, di dunia maya kerap makin menyesakkan.
Beberapa jam mendatang adalah hari yang menentukan untuk coblosan. Tanggal 14 Februari 2024 menjadi titik pergantian kekuasaan yang dikehendaki rakyat yang sejak kini penuh curiga.
Kejujuran dan netralitas aparatur negara diuji dengan pemberitaan diragukan. Kredibilitas penyelenggara pemilu ada dalam tanda tanya dan itu menjadi ingatan publik yang kian menggelisahkan.
BACA JUGA: Korupsi sebagai Problem Budaya
Hal itu biarlah menjadi telaah para ahli kepemiluan serta pengamat politik. Saya saat ini hendak menghadirkan suatu memori untuk melangkah ke TPS guna mengingat bahwa coblosan sejatinya juga bagian dari romantika ekologi.
Tahun 2023 telah berlalu dan secara ekologis menyajikan bencana hidrometeorologi yang ternarasikan sebagai lembaran pustaka untuk mengatasinya pada 2024.
Bahkan, pada sesi awal tahun 2024 terdapat Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Isinya, baru dari 12 hari pertama 2024 sudah terdapat 66 bencana alam di Indonesia.
BACA JUGA: Renungan Harlah Ke-101 NU: Meneguhkan Gerakan Ekologis NU
BNPB merekam bahwa banjir merupakan bencana alam terbanyak pada awal tahun ini, yaitu 42 kejadian. Jumlah itu setara 63,64 persen dari total bencana alam di tanah air.
Bencana alam lain yang banyak terjadi ialah cuaca ekstrem sebanyak 17 kejadian, lalu tanah longsor 7 kejadian.
Tidak cukup itu. Kalau sekarang dapat kita sisir lagi bahwa banjir telah melanda di berbagai wilayah di Jawa Timur maupun Jawa Tengah.
Meski demikian, ada yang sedang disyukuri bahwa tidak ada satu pun bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan, gempa bumi, gelombang pasang/abrasi, erupsi gunung api, dan tsunami yang berkapasitas besar.
BACA JUGA: Bumi memang untuk Manusia
BNPB juga melaporkan bahwa berdasarkan wilayahnya, bencana alam paling banyak terjadi di Jawa Barat sebanyak 17 kejadian, Jawa Tengah 9 kejadian, Riau 7 kejadian, serta Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat masing-masing 5 kejadian.
Bagi BNPB, seluruh bencana itu membuat 206.431 orang menderita dan mengungsi, 16 orang luka-luka, 4 orang meninggal dunia, dan 1 orang hilang.