Tahun politik 2024 ini wajib dijadikan momentum peneguhan politik lingkungan yang memperkokoh wibawa negara. Rakyat membutuhkan politik sebagai sarana memproteksi setiap jengkal teritori NKRI.
Hari-hari ini harus dihelat tonggak pembenahan tata kelola pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang bersendikan harmoni kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dengan demikian, orientasi pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengakibatkan defisit ekologi. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif bagi kinerja ekologi adalah opsi tunggal di era green century.
BACA JUGA: Mengapa Korupsi Marak?
Banjir dan kekeringan dapat dicegah dengan menghadirkan ”desa hutan” dan ”kota hutan” (bukan sekadar hutan desa/hutan kota) sebagai ”yurisdiksi mata air”. Ini merupakan resolusi membangun negeri tanpa sengsara ekologi lagi.
Merehabilitasi, mereboisasi, dan mengonservasi kembali setiap kampung dengan membangun embung penampung, lumbung pangan, gayung (irigasi), dan saung (siskamling) adalah pilihan praktis.
Jadikanlah hal itu ”program prioritas” untuk mencegah banjir dan longsor maupun kemelaratan. Mengabaikan hal tersebut berarti melakukan pembiaran ”pementasan drama” bunuh diri ekologi yang teragendakan dalam jangka panjang. Dan, itu berarti bencana belum menjadi madrasah yang mencerdaskan kita semua.
BACA JUGA: Mengapa Ekonomi Kerakyatan?
Negara harus tanggap atas kondisi alamnya dan beranjak menilik setiap koordinat wilayah nasional. Tidakkah bencana telah memberikan pelajaran yang keras kepada negara?
Negara mesti berbenah bahwa bencana itu manifestasi ngunduh wohing pakerti. Rakyat hidup tertimbun longsoran tanah dan kelak di musim kering terlunta tanpa air yang memadai, cukuplah menjadi legenda 2024.
Kalau tidak, buat apa ada tahun politik yang menyedot anggaran negara demi atribut demokrasi, tetapi amnesia ekologi. Demokrasi tidak legitimate apabila hanya menghadirkan sosok-sosok serakah pemangsa sumber daya alam.
BACA JUGA: 2024: Mendengar Nyanyian Bumi
Terhadap hal ini, ada pesan filosofis Mahatma Gandhi (1869–1948): Earth provides enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed. Ini menandakan bahwa bumi dapat mencukupi seluruh kebutuhan umat manusia, tetapi tidak pernah sanggup untuk memenuhi keserakahan seseorang.
Saya percaya bahwa untuk menghindarkan negeri ini dari bencana ekologi, tentu tidak perlu berandai-andai sebagaimana pesan satir Alan Weisman (2007): guna menyelamatkan bumi, haruskah memang sampai menunggu manusia tak ada lagi di dunia ini, The World without Us.
Mengikuti saran brilian Jared Diamond melalui karya inspiratifnya, Collapse (2014): siapa pun, perorangan, badan usaha, dan negara dapat melakukan untuk menemukan cara mencegah peradaban ambruk karena dunia tak kuat menangungnya.
Selamat mencoblos, ya. Jangan golput. Datanglah ke TPS dengan penuh kerapian sebagai penanda bahwa pemilihan ini bersih, rapi, dan menebarkan optimisme masa depan yang lebih baik. (*)