Sebab, hal tersebut tentu akan menimbulkan kemacetan lalu lintas di jalan raya akibat arus balik.
Jadi, waktu arus balik tidak menumpuk di satu tanggal, tetapi menyebar ke berbagai tanggal. Misalnya, pegawai swasta dan wirausaha pada tanggal sekian, anak sekolah pada tanggal sekian, dan pegawai pemerintah tanggal sekian.
Kebijakan itu perlu dijalankan setiap pemudik agar tidak terjadi penumpukan kendaraan di satu waktu.
Kedua, menambah jumlah instansi atau perusahaan yang mengadakan mudik bersama. Hal itu akan menambah dan mengoordinasi para pemudik di satu moda transportasi.
Tidak perlu lagi berboncengan sampai sekian orang, menyewa kendaraan yang tarifnya mahal minta ampun, atau langkah individual lainnya.
Lebih baik duduk manis, gratis, sampai ke tujuan dengan selamat. Bahkan, moda itu jauh-jauh hari biasanya berjalan.
Dengan demikian, mereka tidak menumpuk pada satu hari pemberangkatan.
Ketiga, pelaksanaan sidak yang sering kali dilakukan setelah para pendatang telanjur sampai dan luntang-lantung di kota tujuan.
Itu lebih baik diantisipasi dengan melakukan skrining saat mereka masih berada di area keberangkatan transportasi publik seperti terminal bus, stasiun, pelabuhan kapal laut, pul penyewaan kendaraan, maupun bandara.
Skrining serupa bisa dilakukan di area transportasi publik kota tujuan. Hal itu juga untuk mengubah kebiasaan pemda yang melakukan skrining sewaktu mereka sudah ada di tempat tujuan.
Akan sulit mengatasinya dan mengaturnya kalau mereka sudah tercerai-berai di berbagai lokasi.
Beberapa langkah antisipasi itu akan berhasil jika ada sinergi antara pemda, pemudik, kepolisian, atau pihak TNI.
Jika langkah tersebut tidak berhasil, wallahualam bissawab. (*)
Yayan Sakti Suryandaru, dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.--