JAKARTA, HARIAN DISWAY - Tim Hukum Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Ganjar-Mahfud), telah menyampaikan kesimpulan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16 April 2024.
Kesimpulan permohonan yang terdiri dari 52 halaman tersebut, merangkum argumen-argumen terkait bukti-bukti dan kesaksian yang terungkap dalam Sidang Perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang telah berlangsung di MK dan rencananya akan diumumkan putusannya pada 22 April 2024.
Dalam pernyataan pembukaannya, Ketua Deputi Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, memaparkan perdebatan antara Pemohon melawan Termohon dan Pihak Terkait yang mengulangi perdebatan klasik mengenai hukum alam dan positivisme hukum.
Sesuai dengan perdebatan tersebut, topik utama dalam persidangan ini adalah moralitas. Argumen Pemohon didasarkan pada prinsip bahwa hukum harus berlandaskan moralitas. Prinsip ini sejalan dengan kata-kata St. Augustine: “An unjust law is no law at all”.
Di sisi lain, pemikiran Termohon dan Pihak Terkait berpusat pada pematuhan terhadap aturan yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 (selanjutnya disebut sebagai “UU Pemilu”), terutama terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
BACA JUGA:Tim Hukum AMIN Yakin MK Mampu Tegakkan Keadilan Setelah Seluruh Dalil Terbukti
BACA JUGA:Feri Amsari: MK Belum Tuntas Ungkap Semua Dalil Kecurangan
"Tetapi, mereka ternyata tidak konsisten dengan prinsip mereka sendiri. Pertama, terkait penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden, mereka mengabaikan fakta bahwa saat Gibran Rakabuming Raka mendaftar sebagai calon peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 pada 25 Oktober 2023, dan saat dokumen pendaftaran diverifikasi pada 28 Oktober 2023, Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden masih menetapkan syarat usia 40 tahun. Di sinilah, aturan yang ada telah dilanggar," kata Todung.
Kedua, terkait nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi sebelum dan selama proses Pilpres 2024, pihak kuasa hukum Ganjar-Mahfud menilai bahwa Termohon dan Pihak Terkait sekali lagi mengabaikan hal itu.
Meskipun aturan telah dilanggar berulang kali, respons mereka hanya bertanya mengapa masalah ini baru dipermasalahkan sekarang, dan mengapa dipermasalahkan di tempat ini?
Todung menilai bahwa sikap Pemohon dan Pihak Terkait menunjukkan bahwa mereka tidak memperhatikan pelanggaran aturan kecuali jika itu mengancam posisi mereka.
Ketiga, terkait pelanggaran prosedur pemilihan umum dalam Pilpres 2024 yang terjadi di hampir seluruh Indonesia, Termohon dan Pihak Terkait tetap menutup mata.
BACA JUGA:TKN Tak Khawatir Pemanggilan 4 Menteri Oleh MK
BACA JUGA:PDIP akan Gugat Putusan MK 90 ke PTUN
Mereka hanya menanggapi bahwa pelanggaran tersebut tidak dilakukan oleh mereka dan mungkin tidak menguntungkan mereka. Tanggapan itu mencerminkan prioritas Pihak Terkait yang mengedepankan kepentingan diri sendiri di atas segalanya.