Mendidik Subjek Merdeka

Selasa 14-05-2024,09:40 WIB
Oleh: Yusuf Ridho

TERGELINCIRNYA (sistem) pendidikan nasional dari cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat kemerdekaan bukanlah fenomena baru. Kritik bertubi-tubi terhadap perjalanan pendidikan di Indonesia juga tak kunjung melahirkan reformasi pendidikan, tetapi justru yang terlahir adalah proses involusi. 

Terjadi perubahan, hanya bersifat administratif, bukan substantif dalam pendidikan. Kehebohan pendidikan kita tak pernah berbeda sepanjang tahun. Soal mekanisme rekrutmen siswa, ujian nasional, seragam sekolah, buku pelajaran, dan sebagainya. 

Perbincangan penting soal substansi pendidikan, arah dan tujuan, serta dasar filosofis seolah tak pernah penting dibicarakan. Tidak heran jika situasi tersebut mengakibatkan proses pendidikan kita bersifat meliorisme. Tambal sulam. Setiap ganti menteri, selalu ganti kebijakan. Kehadiran menteri baru selalu menghadirkan kehebohan baru dalam dunia pendidikan kita.

BACA JUGA: Strategi Pembelajaran Berdeferensiasi pada Kurikulum Merdeka

Sebab itulah, momentum Hari Pendidikan Nasional 2 Mei lalu sesungguhnya penting untuk dijadikan bahan refleksi terkait perjalanan panjang (dunia) pendidikan kita. Dengan tema Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar, Hardiknas tahun ini berupaya mengingatkan kepada publik bahwa ”merdeka belajar” sesungguhnya diskursus yang perlu mendapatkan perhatian publik. 

Tidak hanya penentu kebijakan, akademisi, pengamat, hingga masyarakat. Apakah ”merdeka belajar” memang sudah selaras dengan filosofi pendidikan nasional serta relevan dengan semangat zaman.

Pertanyaan pentingnya, merdeka belajar itu diarahkan secara substantif melahirkan manusia yang memiliki kesadaran (consciousness) dalam perspektif eksistensialisme atau sekadar kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada dunia kerja an sich?

BACA JUGA: Kampus Merdeka dari Aksi Perundungan

MEMERDEKAKAN MANUSIA

Refleksi kritis dan serius terhadap perjalanan (panjang) pendidikan kita tampaknya perlu segera dilakukan. Sebagai sektor paling penting dalam membangun sebuah bangsa, pendidikan nasional kita tak pernah diperbincangkan secara filosofis dan serius.

Sekadar berjalan memenuhi tuntutan kebutuhan pasar kerja, tapi abai terhadap visi kebangsaan sebagai visi ideologis penyelenggaraan pendidikan nasional kita. Bukankah pada hampir semua negara beradab selalu meletakkan pendidikan sebagai strategi kebudayaan dalam membangun masa depan sebuah bangsa.  

Pendidikan diselenggarakan tidak melulu soal intelektualitas dan keterserapan pada dunia kerja. Lebih substantif dari semuanya, menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin dan karakter, sekaligus pikiran (intelektualitas) dan tubuh anak didik.

BACA JUGA: Melawan Kapitalisasi Dunia Pendidikan

Bagi Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia, yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat. 

Melalui pendidikan, setiap subjek didik memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain dan mampu mengatur diri sendiri. Subjek yang merdeka tersebut diharapkan melembaga sebagai karakter yang terbentuk lewat proses pendidikan.

Kategori :