DUNIA pendidikan tinggi di Indonesia belakangan ini sedang menjadi sorotan publik. Hal itu terjadi setelah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menerangkan di hadapan DPR RI bahwa mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) adalah bentuk implementasi keadilan.
Konsep keadilan dalam pembayaran UKT tecermin dalam subsidi silang. Artinya, mahasiswa mampu menyubsidi mahasiswa tidak mampu dengan cara membayar lebih mahal. Dari situlah kontroversi UKT makin memuncak setelah diwarnai dengan aksi unjuk rasa sebagian mahasiswa yang berharap agar UKT tidak naik.
Ihwal sengkarut UKT dimulai ketika pemerintah memberikan otonomi kepada kampus berbadan hukum untuk mencari pendanaan secara mandiri. Kampus yang telah berbadan hukum pun tidak memperoleh subsidi dari pemerintah karena telah diberi keleluasaan untuk mengurus ”dapur” sendiri.
BACA JUGA: Prodi Vokasi Jadi Primadona Pendaftar Unesa Jalur SNBT 2024
Atas dicabutnya subsidi dari pemerintah, perguruan tinggi negeri (PTN) berbadan hukum pun memutar otak untuk mencari pendanaan dengan cara menjalin kerja sama dengan swasta, membangun bisnis, dan mengoptimalkan UKT dari mahasiswa.
Pada satu sisi, mahasiswa menolak jika UKT terlalu mahal karena tidak dapat dijangkau mereka yang berasal dari kelas menengah ke bawah. Pada sisi yang lain, PTN berbadan hukum memiliki tugas berat, yakni mewujudkan Indonesia Emas 2045. Cita-cita tersebut dapat diwujudkan dengan cara mencetak lulusan unggul yang kompeten melalui pendidikan yang berkualitas.
Sementara itu, pendidikan berkualitas perlu kucuran dana yang relatif lebih besar untuk mendukung biaya operasional, membayar dosen tamu, mendatangkan tenaga ahli, dan menjalin kerja sama dengan dunia industri. Kondisi itulah yang dipakai landasan berpikir petinggi PTN berbadan hukum untuk tetap menaikkan UKT meski ada riak-riak penolakan dari mahasiswa.
BACA JUGA: Lebarkan Sayap hingga ke Luar Negeri: Fakultas Vokasi Unair Cetak Lulusan Double Degree
BACA JUGA: Vokasi Pencetak SDM Global
DEMI MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045
Tepat pada 15 Juni 2023, dalam acara Peluncuran Indonesia Emas 2045, Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dan menyampaikan bahwa cita-cita Indonesia Emas 2045 harus tercapai. Esensi dari Indonesia Emas 2045 ialah menaikkan predikat negara berkembang menjadi negara maju yang mampu menyejahterakan rakyat dan menciptakan kemakmuran di tanah airnya sendiri.
Cita-cita tersebut bukan cuma mimpi si cebol yang merindukan bulan. Bank Dunia (2020) dan Goldman Sachs (2023) memperkirakan Indonesia emas akan terwujud karena pada 2050 Indonesia akan menjadi negara terbesar keempat dunia.
Indonesia Emas 2045 akan lebih realistis untuk diwujudkan ketika sektor pendidikan berfungsi secara optimal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengutip orasi Nelson Mandela pada saat meluncurkan Mindset Network, pendidikan adalah kunci utama untuk mengubah dunia.
BACA JUGA: Tefa (Teaching Factory) Sarana Utama Pendidikan Vokasi