NILAI TUKAR rupiah masih mencemaskan. Setelah menguat beberapa saat, kemarin rupiah melemah signifikan ke 16.396 per dolar AS. Itu memang bukan nilai terendahnya dalam sebulan ini. Rupiah sempat turun drastis ke Rp 16.486 per dolar AS pertengahan Juni lalu.
Fluktuasi rupiah yang cukup tajam itu menjadikan bank-bank melakukan penyesuaian target kurs. Maybank, misalnya, menaikkan target pairing USD/IDR menjadi Rp 16.600 di akhir triwulan III. Sebelumnya, target pairing-nya di angka Rp 16.250.
Kemarin dolar AS memang perkasa. Seluruh mata uang Asia, misalnya, melemah terhadap dolar AS. Pelemahan rupiah yang paling dalam terhadap greenback, diikuti won Korea, baht Thailand, peso Filipina, dolar Taiwan, ringgit Malaysia, yen Jepang, dolar Singapura, rupee India, yuan Tiongkok, dan dolar Hongkong. Indeks dolar terhadap mata uang utama dunia pun menguat tipis ke 105,97.
BACA JUGA: Catatan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah: Antisipasi Dampak Rupiah Loyo
BACA JUGA: Nilai Rupiah Hampir Tembus Rp 16.300 per Dolar AS, Jokowi Hanya Bilang Begini
Berada di sekitar Rp 16.400 per dolar membuat rupiah melemah sekitar 6,58 persen sejak awal tahun (year-to-date). Januari lalu rupiah berada di sekitar Rp 15.400 per dolar AS. Secara teknikal, rupiah sudah menjebol level support terkuat dan menjebol level psikologis terlemah di Rp 16.300 per dolar. Dengan menembus keduanya, rupiah punya peluang untuk terus melemah ke level psikologis baru.
Salah satu potensi pelemahan rupiah berikutnya ada pada kebijakan The Federal Reserve AS. Sangat mungkin The Fed tidak akan menurunkan tingkat bunganya dalam waktu dekat. Tingkat bunga masih akan berada di 5,25–5,5 persen yang sudah dipertahankan cukup lama.
Sinyal belum adanya kenaikan bunga itu cukup kuat jika memperhatikan pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell di Forum Bank Sentral Eropa tentang Perbankan Sentral di Sintra, Portugal, kemarin. Data ekonomi dinilainya menunjukkan inflasi di jalur penurunan, tapi dinilai belum cukup menjadi alasan untuk menurunkan tingkat bunga.
BACA JUGA: Nilai Rupiah Melemah, Pemerintah Naikkan BI Rate hingga 25 bps, Airlangga Paparkan Alasannya
BACA JUGA: Pengusaha Kapal Terdampak karena Rupiah yang Terus Melemah, Keselamatan Penumpang Dipertaruhkan
Bank sentral AS masih akan mempertahankan suku bunga kebijakan mereka pada kisaran target 5,25 persen hingga 5,5 persen. Itu adalah level tertinggi selama lebih dari dua dekade sejak Juli tahun lalu. Mereka menunggu keyakinan yang lebih besar bahwa inflasi berada di jalur yang berkelanjutan untuk kembali ke target 2 persen sebelum menurunkan tingkat bunga.
Di AS sendiri, tingginya tingkat bunga itu mulai dirasakan dampaknya. Memang, ekonomi AS relatif tangguh di tengah tingginya biaya pinjaman. Namun, sudah ada indikasi kebijakan The Fed yang ketat mulai berdampak.
Penjualan rumah melambat, tunggakan kredit meningkat, dan belanja konsumen berkurang. Perekrutan tenaga kerja juga telah menurun. Pun, tingkat pengangguran, meskipun secara historis masih rendah. Di kisaran 4 persen. Para pejabat The Fed mulai mengangkat pasar tenaga kerja sebagai titik perhatian. Saat ini pasar kerja mendekati titik belok, di mana perlambatan lebih lanjut dapat menyebabkan pengangguran yang lebih tinggi.
BACA JUGA: Gubernur BI Prediksi Kurs Rupiah Menguat Rp 15.800 Juni Nanti
BACA JUGA: Terdampak Timur Tengah, Nilai Tukar Rupiah Mendekati Era Krismon