Terdampak Timur Tengah, Nilai Tukar Rupiah Mendekati Era Krismon
Presiden Indonesia Prabowo Subianto mengungkapkan tekadnya untuk menekan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp 5.000 per dolar dalam jangka waktu 5 hingga 10 tahun ke depan. --
HARIAN DISWAY - Hampir seluruh bursa saham di Asia rontok terdampak di Timur Tengah yang sedang memanas. Kondisi itu juga terdampak di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kemarin ditutup merah di angka 1,11 persen ke level 7.087,82.
Di tengah kepanikan tersebut, credit default swap (CDS) Indonesia per 18 April 2024 sebesar 76,4 basis poin (bps). Turun dibandingkan 12 April 2024 sebesar 77,24 bps. Hanya saja, berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia, Jumat, 19 April 2024, niilai tukar rupiah ditutup di angka Rp 16.280 per dolar Amerika Serikat (AS).
Angkaini turun 0,63 persen dibandingkan sehari sebelumnya. Kurs ini mendekati rekor terparah kurs rupiah sejak krisis moneter (krismon) di era Presiden Soeharto 1998 lalu. Saat itu, kurs rupiah berada di angka Rp 16.800 per dolar AS.
Berdasarkan data transaksi 16 – 18 April 2024, tercatat asing jual neto (net sell) sebesar Rp 21,46 triliun. Dengan rincian: net sell Rp 9,79 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 8 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
BACA JUGA: Krisis Timur Tengah, Harga BBM dan Gas Ditahan Sampai Juni, Setelah Itu...
Sepanjang tahun 2024 sampai 18 April 2024, asing net sell alias jual neto sekitar Rp 38,66 triliun di pasar SBN. Mereka net buy (beli neto) Rp 15,12 triliun di pasar saham dan beli neto Rp12,90 triliun di SRBI.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana memprediksi, nilai tukar rupiah diproyeksi masih akan jatuh lebih dalam. Selain efek ketegangan politik di Timur Tengah dan tingginya suku bunga secara global, rupiah semakin terbebani tren keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia.
Dolar AS dan US Treasury dianggap sebagai pelarian utama dari efek kecamuk di Timur Tengah. Ditambah lagi potensi penundaan pemangkasan suku bunga The Fed. Sehingga, investor mengutamakan keamanan daripada keuntungan (risk averse).
BACA JUGA: Imbas Israel Serang Iran: Rupiah Makin Anjlok, Ongkos Impor Ugal-ugalan, Waktunya Investasi Emas
"Hampir semua negara mengalami tekanan yang sama seperti rupiah. Jadi saya lihat masih wajar tekanan rupiah saat ini," ucapnya.
Dalam jangka pendek, rupiah masih akan berada dalam rentang Rp 15.800-Rp 16.400 per dolar AS. Rupiah bisa lebih rendah lagi apabila perang geopolitik berkepanjangan, tidak ada pemangkasan bunga Fed.
Skenario terburuk, rupiah bisa terperosok ke Rp 16.200-Rp 16.700 per dolar AS di semester I-2024. Bahkan di akhir tahun, diprediksi bisa berada di area Rp 16.400-Rp 17.000 per dolar AS. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: