Perjalanan ruwatan yang dikemas dalam ajang Dieng Culture Festival memang tak mudah. Bahkan pernah dianggap musrik.
BACA JUGA:Ceria dan Guyub, Begini Potret Yadnya Karo, Hari Besar Suku Tengger
Seiring berjalannya waktu, ruwatan anak rambut gimbal justru menjadi daya tari tersendiri bagi pariwisata. Sekaligus upaya merawat warisan leluhur.
"Beberapa tahun lalu juga sempat ada penolakan karena dianggap bertentangan dengan agama. Kami bergerak dan masyarakat menerima ini sebagai bagian budaya. Tahun ini kami akan mencukur 12 anak rambut gimbal," jelasnya.
Direktur Utama Badan Otorita Borobudur (BOB) Augustin Perangiangin mengapresiasi Pokdarwis di Dataran Tinggi Dieng.
BACA JUGA:Unik! Suku Tengger Punya Tradisi Tugel Kuncung untuk Anak Lelaki, Apa Itu?
Sebab, mereka dengan kukuh mempertahankan nilai budaya dengan tetap mengembangkan pariwisata berkelanjutan di tengah perkembangan zaman yang sangat cepat.
Terbukti, Dieng Culture Festival 2024 kembali dihelat dan tetap menyuguhkan prosesi ruwatan anak gimbal.
"Mengembangkan pariwisata tidak semudah membalik telapak tangan. Di sini mereka bergerak dari kelompok tani jadi pokdarwis. Ini luar biasa. BOB mendukung penuh," jelasnya.
BACA JUGA:Petik Laut Desa Padelegan, Madura (1): Arak-arakan Tokoh Legenda Disambut Antusias Warga
Apalagi saat ini, kawasan Dieng yang mencakup dua kabupaten, yakni Banjarnegara dan Wonosobo, tengah diusulkan dan dinilai menjadi kawasan Geopark.
Ada 23 geosite yang tersebar di dua kabupaten, 13 geosite di Banjarnegara dan 10 geosite di Wonosobo.
Menurutnya, pesona Dieng harus dijaga turun temurun. Baik keindahan alam dan budayanya. Agar dapat terus dinikmati generasi berikutnya. (Wulan Yanuarwati)