Tidak jarang kami temukan desa/kelurahan yang pada dasarnya sudah punya prestasi terbaik. Mulai dari tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi.
BACA JUGA:Anugerah Patriot Jawi Wetan II 2024: Mahasiswa KKN Unej Belajar Mendalam tentang Desa Klatakan
Probo memang pemerhati budaya. Wajar bila dia juga memberi perhatian khusus pada pemberdayaan budaya tradisional. Memanfaatkan seniman-seniman lokal sebagai pengisi acara saat penyambutan tamu di desa/kelurahan tersebut. “Ini sangat menarik. Memberdayakan budaya sekaligus ekonomi pelaku budaya,” kata Probo.
Probo juga mengakui kalau timnya sempat kesulitan saat harus memutuskan 10 desa/kelurahan terbaik. Sejak hari pertama penjurian, tim nya sudah memilah desa/kelurahan terbaik. Hasilnya, ada 14 desa/kelurahan yang dianggap unggul dari desa/kelurahan lainnya. Padahal, setiap tim hanya boleh memilih 10 desa/kelurahan terbaik saja.
Gitadi juga mengatakan ada beberapa catatan menurutnya. Yang menarik adalah ada peningkatan kolaborasi/sinergitas peserta lebih baik dari tahun lalu. APJW cukup menggema hingga tiga pilar sudah menunggu dan siap-siap untuk mengikuti APJW.
Memang, Gitadi juga menjadi juri dalam ajang APJW 2023. Jadi akademisi ini sudah mengenal baik perbedaan peserta pada APJW 2023 dan tahun ini. “Tahun ini, kekompakan tiga pilar semakin terlihat. Program-programnya juga semakin beragam,” kata Gitadi.
BACA JUGA:Anugerah Patriot Jawi Wetan II 2024: Desa Klatakan Salurkan Bantuan Pangan untuk Cegah Stunting
Menurutnya, sinerginas tiga pilar ini sangat dipengaruhi oleh jajaran atas. Bhabinkamtibmas oleh polres setempat, babinsa oleh kodim setempat, dan kepala desa/kelurahan oleh pemkab/pemkot setempat. “Prediksi saya, yang nanti akan menjadi pemenang pasti ada dukungan dari instansi atasnya. Tiga pilar ini tidak bisa berinovasi bebas tanpa dukungan instansi atasnya,” jelas Gitadi, Sabtu, 20 September 2024.
Itu karena, menurut Gitadi, potensi berbeda antar desa/kelurahan, pemetaan masalah juga akan berbeda. “Tentu ini membutuhkan peran dan dukungan polres atau kodim setempat. Juga pemerintahan setempat,” terang Gitadi.
Sama seperti tim 2, Gitadi pun mengakui pihaknya kesulitan menentukan 10 desa terbaik dari yang mereka seleksi. Dikatakan, rata-rata programnya bagus-bagus kendati beberapa di antaranya adalah program dari instansi atas.
Salah satunya rumah rembug. Di beberapa desa, keberadaannya menjadi sangat maksimal untuk meredam konflik antar warga. Program ini kolaborasi antara polisi dan kejaksaan sebagai pelaksanaany restorative justice. Menyelesaikan konflik sebelum masuk ke ranah hukum.
Desa wisata juga menjadi program yang ditemukan di beberapa desa/kelurahan. Mereka berusaha menggali potensi wisata yang ada di desanya. “Wisata desa bisa dimaksimalkan dan menjadi unggulan untuk yang punya potensi itu. Untuk desa yang tidak ada potensi wisata, tentu kesulitan untuk menerapkannya,” kata Gitadi lagi.