Itu berarti, kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah yang sebesar Rp 2.040.262. Itu jelas menunjukkan mereka sulit naik menuju kelas atas dan rentan untuk jatuh ke kelompok menuju kelas menengah. Bahkan, rentan miskin.
Penurunan kelas menengah tersebut merupakan masalah sangat serius. Itu menunjukkan bahwa pendapatan mereka turun yang hal tersebut juga diindikasikan dengan adanya deflasi beruntun dalam empat bulan ini.
Itu juga pasti berhubungan dengan maraknya PHK dalam beberapa tahun terakhir yang trennya masih terus berlangsung hingga kini. Data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar kelas menengah memang berada di sektor formal.
BACA JUGA: Kelas Menengah Menyusut, BPS Sebut Ekonomi Nasional Rentan Guncangan
BACA JUGA: Bahaya di Balik Merosotnya Jumlah Kelas Menengah
Berdasar data Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), jumlah tenaga kerja yang mengalami PHK sepanjang 2023 sebanyak 358.809 pekerja. Naik drastis bila dibandingkan dengan 2022 yang sebanyak 25.114 pekerja. Tahun ini hingga Agustus, dilaporkan PHK sudah mencapai 46 ribu dan diperkirakan akan tembus 70 ribu.
Penurunan jumlah kelas menengah juga sejalan dengan pergeseran lapangan pekerjaan kelas tersebut. Pada 2019 hingga 2024, angka kelas menengah yang memiliki pekerjaan formal terus menurun. Sebaliknya, mereka yang bekerja secara informal terus naik.
Itu juga tampak pada sektor lapangan pekerjaan yang juga bergeser. Proporsi kelas menengah yang bekerja di sektor pertanian meningkat, sedangkan di sektor jasa dan manufaktur menurun signifikan.
BACA JUGA: Populasi Kelas Menengah di RI Menyusut 8,5 Juta Orang
BACA JUGA: Mudahkan KPR dan Pendidikan Tinggi, Janji Anies Baswedan pada Kelas Menengah
Pergeseran itu menandakan migrasi para kelas menengah ke sektor pertanian sejak pandemi muncul. Dibandingkan dengan sektor jasa dan manufaktur, sektor pertanian memang erat dengan pekerjaan informal. Masalahnya, pekerjaan informal membuat kelas menengah tidak memiliki jaminan perlindungan sosial yang memadai.
Menurunnya pendapatan kelas menengah itu juga bisa dilihat dari adanya pergeseran pengeluaran mereka. Proporsi pengeluaran untuk makanan, iuran atau pajak, dan perumahan meningkat pada 2024 daripada 2019. Sebaliknya, pengeluaran untuk hiburan mengalami penurunan dan kendaraan juga yang menurun signifikan.
Itu mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang mengakibatkan kelas menengah lebih fokus pada kebutuhan pokok. Tekanan tersebut turut menggerus daya beli masyarakat yang penurunannya mulai tampak sejak tahun lalu.
Fenomena penurunan kelas menengah dan pergeseran belanja serta sektor pekerjaan kelas menengah itu jelas menunjukkan bahwa telah terjadi gejala deindustrialisasi di Indonesia.
Deindustrialisasi mengakibatkan banyak PHK kepada kelas menengah. Terjadi pergeseran pekerjaan ke sektor nonformal dan mengakibatkan pendapatan mereka turun. Dampak berikutnya adalah pergeseran porsi belanja.
Itulah persoalan serius yang harus segera diatasi pemerintah. Penurunan kelas menengah merupakan dampak, bukan penyebab. Karena itu, penyelesaiannya adalah pada penyebab itu, yakni deindustrialisasi.