Akademisi Menjadi Menteri, Harapan Baru dan Optimisme

Rabu 30-10-2024,14:06 WIB
Oleh: Muhammad Turhan Yani*

Saat ini yang sedang berlangsung adalah Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 

BACA JUGA:Masa Depan Tiga Menteri Perempuan

BACA JUGA:Sejumlah Menteri Dipanggil ke Istana, Bawa Berkas Bertuliskan Sritex

Pro dan kontra terkait kurikulum merdeka dan MBKM ikut mewarnai perjalanan pendidikan pada masa Kementerian Pendidikan sebelum pemerintahan Kabinet Merah Putih. 

Menteri pendidikan pada Kabinet Merah Putih –seperti yang telah disampaikan pada berbagai media– menegaskan akan mengkaji ulang kebijakan pendidikan yang saat ini sedang berlangsung. 

Mulai apa visi, misi, hingga program yang akan dijalankan oleh menteri dan wakil menteri baru seiring dengan harapan baru dan optimisme dari insan akademik di tanah air. 

Sekadar flashback terkait salah satu capaian pendidikan nasional yang dikemas dalam Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan Organization for Economic Cooperation dan Development (OECD) yang diumumkan pada 6 Desember 2023 yang menurun. 

Itu menarik didiskusikan dan dicarikan solusi serta formulasi yang tepat untuk berikutnya. 

Penurunan skor PISA yang didasarkan pada tiga kemampuan, yaitu matematika, membaca, dan sains, jika dibandingkan tahun 2018 menjadi salah satu refleksi bersama untuk dicarikan solusinya. 

Itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama, memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak untuk ikut serta berperan aktif karena persoalan tersebut sangat kompkes. Salah satu yang perlu difokuskan adalah terkait kurikulum.

Memang skor PISA bukan satu-satunya parameter capaian pendidikan nasional karena indikator lainnya berdasar tujuan pendidikan nasional. 

Namun, itu juga belum memberikan gambaran yang utuh sampai pada tataran profil sumber daya manusia yang dihasilkan oleh dunia pendidikan, khususnya terkait output pendidikan yang menyangkut EQ dan SQ, selain masih banyak pengangguran kaum terdidik sampai tahun 2023 sebesar 11,8 persen. 

Hal tersebut menjadi tantangan dan tanggung jawab moral bagi Kementerian Pendidikan Tinggi khususnya bersama-sama para pihak lainnya, khususnya stakeholder untuk mencari solusi dan formula yang tepat sasaran.

Keprihatinan juga dirasakan terkait dengan perilaku sebagian pelajar yang belum menunjukkan sosok terpelajar. Hal itu dapat dilihat, antara lain, saat mereka merayakan kelulusan pada jenjang sekolah menengah atas. 

Suguhan sikap dan perilakunya tidak mencerminkan sebagai kalangan terdidik. Hal tersebut juga menjadi tantangan dan tanggung jawab moral Kementerian Pendidikan, para pendidik, orang tua, dan masyarakat.

Menyongsong Indonesia Emas 2045 yang penuh dengan harapan dan tantangan, semua pihak –khususnya dunia pendidikan dalam menyiapkan SDM– memiliki tanggung jawab berat. 

Kategori :