Saat masuk, pengunjung langsung mendapati foto Kusno Sosrodihardjo, nama kecil Bung Karno, yang masih kanak-kanak. Kusno mengenakan blangkon, jas putih, dan dasi kupu.
Di samping foto itu tertulis penggalan pernyataan Soekarno dalam teks pidatonya yang menyatakan bahwa ia adalah arek asli Surabaya.
BACA JUGA:Refleksi Hari Pahlawan: Kita Masih Terjajah dalam Kedaulatan Digital
Beranjak ke dalam, di sebelah kiri pintu masuk terdapat foto-foto silsilah keluarga Bung Karno. Di sebelah kanan terpajang foto-foto kenangan Bung Karno bersama ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben.
Di dalam museum, terdapat tiga ruangan utama. Yakni Ruang Soekeni, Ruang Koesno, dan Ruang Srimben. Masing-masing ruangan menyajikan kisah perjalanan hidup Bung Karno dengan cara yang interaktif.
Di Ruang Soekeni, pengunjung dapat menonton film dokumenter berjudul Koesno: Jati Diri Soekarno. Isinya tentang kehidupan dan perjuangan keluarga Soekarno secara rinci.
Di ruang Srimben terdapat kursi merah ikonik. Di situ, pengunjung dapat duduk dan menikmati augmented reality yang menggambarkan perjalanan hidup Soekarno hingga menjadi Bapak Proklamasi.
Dalam sehari, museum menyediakan tiga sesi kunjungan. Yakni, pukul 08.00-10.00, 10.00-13.00, dan 13.00-15.00. Setiap sesi dibatasi dengan kuota 100 pengunjung. ’’Jadi, kemungkinan dalam satu hari yang ramai, ada 300 orang yang bisa ditampung,” terang Vito Cahya, staf penjaga museum Rumah Kelahiran Bung Karno.
Museum Rumah Lahir Bung Karno adalah bagian dari upaya pemerintah daerah untuk melestarikan memori publik tentang para pahlawan nasional.
Pintu depan Museum Rumah Lahir Bung Karno. Di situlah dulu pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben tinggal.-Dinar Mahkota Parameswari-HARIAN DISWAY
BACA JUGA:IPIP Kenang Jasa Para Awak KRI Nanggala 402 di Hari Pahlawan 2024
“Belakangan ini, pemerintah daerah lebih terbuka terhadap masukan dari masyarakat. Terutama dari teman-teman yang bergerak di bidang sejarah. Kini, banyak acara yang terkait dengan upaya membangun memori kolektif masyarakat tentang Hari Pahlawan,” jelas Kuncarsono.
Menurut Kuncar, sapaan Kuncarsono, peringatan Hari Pahlawan kini juga berkembang menjadi lebih edukatif dan humanis. Tidak sekadar karnaval atau rekonstruksi pertempuran. Kini terdapat pameran dan kegiatan lain yang menampilkan sisi kemanusiaan perjuangan bangsa.
Kuncar yang mantan jurnalis itu menyampaikan bahwa yang terpenting adalah upaya menyelamatkan situs sejarah. “Jika hanya berbicara tanpa bukti arkeologis, nilai situs tersebut akan berkurang,” ujarnya.
BACA JUGA:Hari Pahlawan dan Dies Natalis Ke-70 Unair