BACA JUGA:Belajar dari Dua Kali Penembakan Trump
Menurutnya, kerja sama tersebut hanya mengambil keuntungan dari AS dan sudah waktunya hal tersebut segera dihentikan demi kepentingan internal AS (reuters.com).
Itu sejalan dengan rencananya untuk segera menghentikan perang Rusia melawan Ukraina yang selama ini didukung kuat oleh NATO dan sekutu AS lainnya.
Sementara itu, terkait posisi Israel terhadap Palestina, Trump secara eksplisit menyatakan dukungan kuatnya terhadap Israel untuk menghancurkan kekuatan Hamas di Palestina.
BACA JUGA:Donald Trump dan Fufufafa
Presiden terpilih AS itu menyatakan harapannya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menyelesaikan tugas penghancuran tersebut secara cepat (reuters.com).
Keinginannya untuk mendeportasi imigran tanpa dokumen resmi yang datang ke AS menambah reputasinya sebagai presiden dengan pandangan ke dalam (inward-looking) yang sangat kuat.
Pandangan itu sebetulnya memang menyelamatkan kepentingan nasional AS. Namun, dalam situasi dunia yang makin terhubung ini dan ketika kerja sama antarnegara sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah global yang kian kompleks, pendekatan tersebut menjadi kurang relevan.
BACA JUGA:Dua Wanita Gagal Taklukkan Donald Trump
Sikap dan pandangan Trump terhadap perempuan serta pihak-pihak yang dianggapnya berseberangan secara politik tersebut menunjukkan pendekatan yang dominan dan keinginan untuk mengalahkan lawan secara absolut.
Alih-alih mengajak pihak lain untuk bekerja sama dan berkolaborasi dalam mencapai tujuan bersama, orang nomor satu di AS itu justru ingin menunjukkan kekuatan dan dominasi AS sebagai negara adidaya di dunia.
Itu adalah pendekatan zero-sum game, pendekatan kalah menang dalam sebuah pertarungan. Dalam pendekatan tersebut, harus ada pihak yang menang dan kalah. Itu sangat sejalan dengan prinsip kapitalisme yang hanya berpihak pada yang kuat dan meminggirkan pihak yang lemah.
BACA JUGA:Reality Show ala Trump (Jokowi dan Prabowo)
Kemenangan yang diperoleh dengan cara itu adalah kemenangan yang dilakukan dengan cara eksploitatif sehingga yang kuat akan makin kuat.
Sementara itu, pihak yang lemah akan makin terpuruk dan terlempar keluar dari arena pertandingan. Sebagai seorang laki-laki dalam posisi puncak di salah satu negara yang merupakan salah satu sumber kekuatan dunia, sikap, kebijakan, dan pernyataan Trump bisa menunjukkan representasi norma-norma kelelakian (maskulinitas) yang dianutnya.
Bahkan, hal tersebut bisa juga menunjukkan norma maskulinitas AS yang sedang dibangun Trump. Norma maskulinitas yang menunjukkan keinginan untuk menunjukkan kekuatan dengan merendahkan lawan itu disebut sebagai maskulinitas hegemonik.