Dalam simpul inilah, hidup dilakoni sebagai tanda cinta Tuhan yang sumrambah ke setiap nutfah kemanusiaan, sehingga kita dapat menghadirkan energi hidup dengan pendar Islam yang rahmatan lil’alamin.
Hidup memang ada konvergensinya, bahkan “kenakalan” gesekan yang menghasilkan problema, tetapi takdir penciptaan manusia telah dilengkapi dengan seperangkat akal yang dinisbatkan mampu memformulasi solusi.
Persaingan sudah ada sejak masa pembuaian pertama kali “melamar” ovum secara legowo, menyambut spermatozoa untuk ditampung dalam rahim yang bermembran super aman.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (4): Saatnya Berbagi
Ya ... rahim sebagai wujud paling dekat yang melekat pada proses persembahan kemuliaan terminologi bismillahirrahmannirrahim. Hanya karena rahim-Nya, permulaan penambahan populasi yang mengejawantah langkah keberlanjutan manusia melalui zona reproduksi yang berjalan.
Inilah pandom yang memfokuskan arah perjalanan ke depan. Dan hukum-hukum serta logika kehayatan ditulis seiring dengan tiupan ruh kehidupan yang memuai menjadi roh untuk berkelindan menjiwa hidup dalam harmoni Tuhan. Bismillah.
Tapi mengapa kini usai etape perumatan di alam rahim menuju peruwatan di akhirat dengan menikmati peramutan di dunia, manusia acapkali membuat ontran-ontran? Jabatan diperebutkan, superioritas ilmu diberhalakan, dan negara pun tidak sepi dari sorotan.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (5): Bulan Distribusi
Penguasa pada atribut dan level mana pun acapkali dinilai main “obak sodor” dengan kecenderungan adu kuat “tarik nafas” yang dalam beberapa contoh dapat dijejer oleh setiap orang.
Mulai urusan pilkada ulang, korupsi, manipulasi, pungli, fluktuasi harga kebutuhan pokok, membanjirnya barang impor illegal, serbuan tenaga kerja asing yang unskill, bahkan “kebijakan negara” tersinyalir ada yang nyelonong diam-diam atas nama menciptakan iklim investasi, di tengah hiruk-pikuk kasus oplosan yang semakin kasat mata arahnya.
Semua itu menguras tenaga. Itu kuyakini, tetapi tidak boleh menyusutkan cintamu kepada Sang Maha Cinta, apalagi saat Ramadan ini. Ikhtiar separti yang lazim di tata model “konvensi sosial” untuk hidup bernegara yang tertib, dapatlah dilakukan dengan terencana.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (6): Ramadan adalah Kita
Para tokoh dan cerdik pandai mustinya mengantisipasi agar warga NKRI tetap menggelorkan suara merdunya: .... hiduplah Indonesia Raya. Emosi dan ujaran seyoginya cukup diperankan pada setiap sisi-sisi demokrasi yang pastinya tidak menggoyahkan persepsi imanen bahwa Gusti Allah Mboten Sare. Tuhan tidak pernah terlelap.
Sungguh Tuhan bertata kinerja memperhatikan setiap kreasi-Nya. Wa ‘indahuuu mafaatihul-ghoibi laa ya’lamuhaa illaa huw, wa ya’lamu maa fil-barri wal-bahr, wa maa tasquthu miw waroqotin illaa ya’lamuhaa wa laa habbatin fii zhulumaatil-ardhi wa laa rothbiw walaa yaabisin illa fii kitaabim mubin.
Ayat ini sudah sangat dihapal pembaca: Q.S. Al-an’am ayat 59 memberi pekabaran agung yang spektakuler. Simaklah, “dan kunci-kunci semua yang ghaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata”.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (7): Revolusi Ramadan