Pengalaman beberapa negara seperti Singapura dan Qatar menunjukan bahwa kemajuan suatu negara, selain karena moral dan karakter bangsa, hal yang tidak kalah penting adalah pemimpinnya.
Sosok pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya berhasil membawa kemajuan bangsa dan negara. Dengan segala kewenangan yang dimiliki, pemimpin bisa membuat kebijakan, mengelola anggaran, dan mengangkat pejabat di bawahnya.
Di sana keteladan seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam menggunakan kewenangannya. Jika menyalahgunakan kewenangannya (misalnya, korupsi), pemimpin pasti akan dikuti oleh anak buahnya.
Hal itu sejalan dengan pemeo bahwa ikan itu busuk dari kepala. Artinya, jika pemimpinnya korup, anak buahnya pasti juga korup, dan pemimpin akan sulit untuk memberantasnya.
Pemimpin yang bisa menjalankan ajaran Ki Hadjar Dewantara, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, yang kita butuhkan. Pemimpin yang demikian adalah pemimpin yang memiliki moral (kejujuran) dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara.
Keteladanan pemimpin untuk menggunakan jabatan yang diemban untuk kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat sangat diperlukan. Pemimpin harus menempatkan kepentingan bangsa dan negera di atas kepentingan pribadi maupun kelompok/golongannya.
Untuk membawa kemajuan bangsa, tidak dibutuhkan banyak pemimpin. Presiden cukup satu orang dan beberapa orang untuk menjadi pejabat negara seperti menteri atau pejabat tinggi negara lainnnya.
Itu berarti, tidak semua rakyat akan menjadi pemimpin. Namun, pemimpin harus dibentuk dan lahir dari proses yang berlangsung secara bersama. Melalui proses dalam pendidikan, akan terjadi seleksi secara natural, siapa yang bisa menjadi pemimpin.
Pendidikan harus dipandang sebagai kebutuhan bersama, yaitu untuk melahirkan seorang pemimpin yang bisa ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani serta SDM unggul sebagai modal pembangunan.
Oleh karena itu, partisipasi orang tua dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan merupakan bagian dari partisipasi untuk melahirkan pemimpin bangsa. (*)
*) Warsono adalah guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Unesa