Kesadaran akan hak pekerja semakin meningkat di kalangan anak muda itu. Sehingga mereka tidak mudah tunduk pada sistem kerja yang dirasa tidak adil.
Menurut survei TalentLMS dan BambooHR tahun 2022, lebih dari 25 persen karyawan Generasi Z berencana untuk keluar dari pekerjaan mereka dalam 12 bulan ke depan. Dengan alasan utama seperti gaji yang tidak memadai (54 persen) dan kelelahan kerja (42 persen).
BACA JUGA: Jumlah Kelas Menengah Anjlok, Indonesia Krisis Pekerjaan Layak
Dulu, sering berpindah kerja dianggap sebagai tanda kurang loyal terhadap perusahaan. Namun, bagi Generasi Z, job-hopping atau berpindah-pindah pekerjaan justru dianggap sebagai strategi untuk meningkatkan keterampilan dan memperoleh pengalaman yang lebih luas.
Studi dari LinkedIn Workplace Report tahun 2023 menunjukkan bahwa rata-rata pekerja Generasi Z bertahan di satu pekerjaan hanya sekitar 2,5 tahun. Setelah itu mereka berpindah ke pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.
Selain faktor ekonomi, banyak Generasi Z yang memilih pekerjaan berdasarkan kecocokan dengan nilai dan prinsip pribadi mereka. Mereka lebih cenderung mencari pekerjaan yang memiliki dampak positif. Baik bagi diri mereka sendiri maupun masyarakat luas.
BACA JUGA: Tak Kunjung Dapat Pekerjaan Jadi Tekanan Sosial buat Fresh Graduate, Apa Solusinya?
Survei oleh IBM Institute for Business Value menemukan bahwa 75 persen pekerja Generasi Z lebih memilih bekerja di perusahaan yang memiliki nilai sosial yang selaras dengan keyakinan mereka.
Pandemi COVID-19 mempercepat perubahan cara kerja di banyak perusahaan. Sistem kerja yang lebih fleksibel, seperti bekerja dari rumah dan model hibrida, menjadi lebih umum.
Generasi Z yang sudah terbiasa dengan teknologi melihat fleksibilitas itu sebagai standar baru. Jika perusahaan masih menerapkan aturan kerja yang kaku tanpa mempertimbangkan keseimbangan hidup, mereka akan mencari perusahaan lain yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
Generasi Z mengutamakan fleksibilitas kerja, memilih lingkungan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. --Pinterest
BACA JUGA: Lelah dengan Pekerjaan? Ini 5 Kegiatan Positif yang Dapat Mengurangi Stres
Fenomena itu menuntut perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi pekerja muda. Beberapa perusahaan mulai mengadopsi kebijakan yang lebih fleksibel. Juga memperhatikan kesejahteraan karyawan demi mempertahankan talenta terbaik mereka.
Selain itu, perusahaan juga mulai meningkatkan strategi retensi karyawan dengan memberikan peluang pengembangan diri, gaji yang kompetitif, serta lingkungan kerja yang lebih mendukung.
Berdasarkan laporan dari Harvard Business Review, perusahaan yang menawarkan fleksibilitas dan peluang pengembangan diri memiliki tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan perusahaan yang masih menerapkan sistem kerja tradisional.
BACA JUGA: 7 Kebiasaan Buruk yang Harus Ditinggalkan Gen Z agar Fisik dan Mental Lebih Sehat