Sebagai negara dengan perairan yang luas dan memiliki zona ekonomi eksklusif (ZEE), Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan lautnya dari ancaman ilegal, baik itu perompakan, pencurian ikan, maupun pelanggaran kedaulatan oleh pihak asing.
Beberapa tradisi khas yang ditampilkan di Museum Pusat TNI Angkatan Laut memberikan gambaran yang kaya tentang budaya militer TNI-AL. Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah tradisi membunyikan peluit.
Dalam kehidupan militer di atas kapal, setiap bunyi peluit memiliki makna yang berbeda, bergantung pada tujuan dan konteks pembunyian. Tradisi itu tidak hanya menunjukkan kedisiplinan, tetapi juga mencerminkan ketertiban yang menjadi bagian integral dari kehidupan militer.
BACA JUGA:Panglima TNI Rotasi dan Mutasi 86 Perwira Tinggi TNI, Simak Daftar Lengkapnya !
BACA JUGA:Kapuspen TNI: Revisi UU TNI untuk Perkuat Pertahanan, Bukan Kuasai Sipil
Selain itu, museum tersebut memperkenalkan berbagai seragam kerja yang dikenakan prajurit TNI-AL dalam melaksanakan tugas dan operasi. Seragam-seragam itu tidak hanya berfungsi sebagai identitas militer, tetapi juga merefleksikan nilai-nilai kehormatan dan kebanggaan korps yang dijunjung tinggi oleh para prajurit.
Tradisi lain yang tak kalah unik adalah Tradisi Mandi Khatulistiwa. Upacara khusus itu dilakukan taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) saat melewati garis khatulistiwa di atas KRI Dewaruci. Tradisi itu telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan menjadi salah satu warisan budaya TNI-AL yang sangat dihormati.
Melalui tradisi tersebut, para taruna tidak hanya merasakan pengalaman berlayar melintasi garis khatulistiwa, tetapi juga ditanamkan nilai-nilai kebersamaan dan ketangguhan sebagai prajurit angkatan laut.
Museum Pusat TNI Angkatan Laut juga mengajak pengunjung untuk mengenang kepahlawanan dan patriotisme para prajurit yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Beberapa di antaranya adalah Laksamana Laut R. Eddy Martadinata, Laksamana Muda Yosaphat Soedarso, Laksamana Muda John Lie, Sersan Usman, dan Kopral Harun.
Penghormatan terhadap para pahlawan itu tidak hanya menggambarkan nilai-nilai kepahlawanan dan pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan negara, tetapi juga mengingatkan generasi muda akan pentingnya menjaga semangat nasionalisme.
Tidak hanya fokus pada sejarah militer Indonesia, museum itu menyoroti bagaimana strategi maritim telah menjadi bagian dari identitas bangsa sejak zaman kerajaan. Dalam salah satu ruang pameran, pengunjung dapat menemukan rekonstruksi pertempuran laut bersejarah, yang menampilkan bagaimana taktik perang maritim Nusantara telah memainkan peran penting dalam mempertahankan kedaulatan wilayah.
Sikap patriotisme juga diteladani melalui sejarah panjang Nusantara sebagai negara maritim. Museum tersebut memperkenalkan pengunjung kepada tokoh-tokoh besar yang berjasa dalam menjaga kedaulatan maritim Indonesia seperti Gajah Mada, Pati Unus, Ratu Kalinyamat, dan Malahayati.
Melalui kisah perjuangan mereka, museum itu mengajarkan bahwa semangat patriotisme dan cinta tanah air telah menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan hingga masa kini.
Museum itu turut berperan dalam memperkenalkan peran perempuan di lingkungan militer, terutama di TNI Angkatan Laut, melalui narasi sejarah Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal).
Sejumlah dokumentasi dan replika seragam Kowal menampilkan kontribusi prajurit wanita dalam berbagai misi, baik dalam operasi kemanusiaan maupun tugas tempur. Dengan demikian, museum tersebut juga menjadi ruang refleksi atas bagaimana keberagaman peran dalam militer terus berkembang seiring waktu.
Selain itu, terdapat Galeri Jalasenastri, yang menampilkan sejarah berdirinya sebuah organisasi yang beranggota istri-istri prajurit TNI Angkatan Laut. Dengan cara itu, peran perempuan di lingkungan militer turut diangkat tidak hanya dari perspektif prajurit aktif, tetapi juga dari sisi dukungan keluarga yang memainkan peran vital dalam kehidupan para prajurit.