Artinya, sowan beberapa menteri itu pada saat Prabowo tidak di tanah air. Maka, pasti menjadi menarik untuk dicermati.
BACA JUGA:Generasi Muda dan Tantangan Demokrasi Digital di Indonesia
BACA JUGA:Jangan Bangga dengan Hasil Demokrasi Transaksi lewat 'Nyangoni'
Fenomena sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang mengunjungi Jokowi di Solo selama kunjungan kenegaraan Prabowo pada 9 hingga 15 April 2025 menimbulkan pertanyaan mengenai loyalitas politik. Para menteri menyebut Jokowi sebagai ”bos” mereka, menunjukkan adanya hubungan yang lebih dari sekadar hubungan kerja.
Dalam konteks teori shadow power, yang mana individu atau kelompok memiliki pengaruh meskipun tidak memegang jabatan resmi, kunjungan itu mencerminkan bahwa Jokowi tetap memiliki pengaruh signifikan dalam politik Indonesia (Higley & Burton, 2006). Hal itu dapat memengaruhi arah kebijakan pemerintah dan dinamika koalisi politik.
INTIMIDASI TERHADAP PENULIS ESAI: AWAL REPRESI ATAU ANOMALI?
Sorotan media yang ketiga adalah adanya insiden intimidasi terhadap Hara Nirankara, penulis esai yang mengkritik Prabowo. Itu menimbulkan kekhawatiran mengenai kebebasan berpendapat di Indonesia. Dalam konteks demokrasi, represi terhadap kritik dapat menjadi indikator awal menuju otoritarianisme (Levitsky & Ziblatt, 2018).
BACA JUGA:Aktivisme Baru dan Demokrasi Kampus
BACA JUGA:Demokrasi Digital dan Partisipasi Pemilih
Meski identitas pelaku belum terkonfirmasi, tindakan itu menciptakan suasana ketakutan dan dapat menghambat partisipasi publik dalam diskursus politik. Hal tersebut juga dapat memengaruhi citra pemerintah di mata masyarakat dan komunitas internasional.
PREDIKSI POLITIK INDONESIA KE DEPAN
Berdasar analisis di atas, terdapat beberapa prediksi mengenai arah politik Indonesia. Tentu prediksi ini bisa menjadi bahan diskusi panjang berikutnya, terutama jika kita berada pada posisi yang berbeda. Namun, artikel ini ditulis dalam posisi netral. Hanya, analisis dilakukan secara kritis. Berikut catatan kecilnya.
Pertama, transisi kekuasaan yang tidak sempurna. Loyalitas ganda para menteri dan hubungan kooperatif antara PDIP dan Gerindra menunjukkan bahwa transisi kekuasaan mungkin tidak sepenuhnya mulus. Hal itu dapat menyebabkan ketidakstabilan politik jika tidak ditangani dengan bijaksana.
BACA JUGA:Kotak Kosong dalam Demokrasi
BACA JUGA:Demokrasi Membutuhkan Etika
Kedua, dominasi elite dan potensi populisme. Keterlibatan aktif elite politik seperti Jokowi dalam urusan pemerintahan dapat memperkuat dominasi elite dan membuka peluang bagi munculnya politik populis. Hal itu dapat memengaruhi kebijakan pemerintah dan hubungan dengan masyarakat.