Korupsi Hakim, Subversi Negara Hukum, dan Penawaran Sistem Pidana Islam

Senin 21-04-2025,11:03 WIB
Oleh: R. Arif Mulyohadi*

Penerapan prinsip itu dapat memperkuat integritas lembaga peradilan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang ada.

Selain penerapan hukum pidana Islam, penguatan lembaga pengawasan juga merupakan solusi yang penting untuk mencegah korupsi di tubuh peradilan. 

Herman Rudiyansah (2024) mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap hakim dan memberikan saran untuk memperkuat peran Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung dalam mengawasi etika hakim. 

Pengawasan yang lebih ketat dan sistematis dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh hakim.

Prinsip hisbah dalam Islam, yang mengutamakan pengawasan sosial terhadap pejabat negara, termasuk hakim, juga bisa diterapkan untuk meningkatkan kontrol terhadap integritas peradilan. 

Masyarakat harus diberi peran aktif dalam memastikan bahwa peradilan berjalan dengan adil dan transparan.

Korupsi hakim adalah ancaman serius terhadap integritas negara hukum. Korupsi itu tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan, tetapi juga menggoyahkan fondasi negara hukum yang didirikan atas prinsip keadilan dan kesetaraan. 

Solusi yang diajukan adalah penerapan hukum pidana Islam yang menekankan sanksi tegas serta pengawasan yang lebih ketat terhadap hakim. Itu dapat menjadi langkah strategis untuk membangun sistem peradilan yang lebih bersih dan adil. 

Kolaborasi antara hukum positif dan prinsip-prinsip Islam, bersama dengan penguatan lembaga pengawas, akan menciptakan peradilan yang dapat dipercaya serta menjaga integritas sistem hukum dari praktik-praktik subversif yang merusak. (*)

*) R. Arif Mulyohadi adalah dosen Prodi Hukum Pidana Islam, Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil, Bangkalan; dan anggota ICMI Jawa Timur. 

 

Kategori :