Korupsi Hakim, Subversi Negara Hukum, dan Penawaran Sistem Pidana Islam

Senin 21-04-2025,11:03 WIB
Oleh: R. Arif Mulyohadi*

KORUPSI yang melibatkan hakim di dalam sistem peradilan merupakan masalah serius yang memiliki dampak jangka panjang terhadap negara hukum. Di Indonesia dan negara-negara lainnya, sistem peradilan menjadi fondasi utama dalam menjaga keadilan dan menegakkan supremasi hukum. 

Hakim sebagai figur yang seharusnya menjadi penjaga keadilan dan integritas sistem hukum –jika terlibat dalam korupsi– tidak hanya merusak citra pribadi, tetapi juga meruntuhkan sistem peradilan secara keseluruhan. 

Dalam konteks hukum pidana Islam, itu tidak hanya dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum negara, tetapi juga sebagai pelanggaran terhadap amanah moral dan spiritual yang diemban hakim.

BACA JUGA:Suap Hakim Lagi: Ketua PN Jaksel Ditangkap

BACA JUGA:Nasib Hakim Kasus Ronald Tannur

Korupsi hakim dapat digambarkan sebagai pengkhianatan terhadap fungsi utama sistem peradilan. 

Sebagai bagian dari lembaga negara yang independen, hakim seharusnya menjaga prinsip-prinsip hukum yang tidak memihak dan bebas dari pengaruh eksternal. Misalnya, tekanan politik atau kepentingan pribadi. 

Namun, ketika hakim melakukan korupsi, seperti menerima suap atau mengadili dengan bias, hal tersebut merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan keadilan itu sendiri.

Menurut laporan Transparency International (2019), sekitar separuh responden di beberapa negara Timur Tengah percaya bahwa hakim mereka terlibat dalam praktik korupsi. 

BACA JUGA:Kejagung Dalami Sumber Dana Rp 60 Miliar Kasus Suap Hakim PN Jakpus

BACA JUGA:Skandal Suap Hakim Vonis Lepas CPO, 3 Hakim Diduga Terima Rp 22,5 Miliar

Angka itu menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap lembaga peradilan makin menurun, terutama di negara-negara yang sistem peradilannya masih rawan terhadap intervensi politik dan praktik korupsi. 

Kepercayaan publik terhadap sistem hukum adalah fondasi dari negara hukum itu sendiri. Jika masyarakat tidak lagi memercayai proses peradilan, produk hukum yang dihasilkan akan kehilangan legitimasi.

Hal yang lebih serius muncul ketika masyarakat merasa bahwa hukum tidak lagi bisa dijadikan pegangan untuk mencapai keadilan. Hukum akan dipandang sebagai alat yang hanya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. 

BACA JUGA:Dua Hakim Pembebas Ronald Tannur Menyesal Merasa Gagal Menjadi Hakim

Kategori :