Kematian Paus Fransiskus pada 21 April 2025 bukan hanya menutup bab penting dalam sejarah kepemimpinan Katolik global. Tetapi juga membuka pertarungan sunyi di balik dinding Vatikan. Lebih dari sekadar pemilihan figur baru, konklaf yang dimulai 7 Mei 2025 adalah medan pertaruhan moral, spiritual, dan historis. Yakni, bagaimana menyembuhkan sejarah kelam Gereja.
TIGA tantangan utama telah disepakati para kardinal dalam pertemuan menjelang konklaf. Yakni, evangelisasi atau pengabaran Injil, relasi dengan agama-agama lain, dan terutama krisis pelecehan seksual oleh para rohaniwan.
’’Tugas paling suci bagi Paus berikutnya adalah melindungi anak-anak dari pelecehan. Keselamatan anak-anak itu harus ditegakkan sebagai otoritas moral gereja,’’ ucap Anne Barrett Doyle, pendiri BishopAccountability.org, dalam pernyataannya kepada kantor berita Agence France-Presse.
Di masa Paus Fransiskus, reformasi sudah dimulai. Ia menghapus pontifical secret atau rahasia kepausan pada dokumen-dokumen penyelidikan. Paus asli Argentina itu juga menerbitkan hukum kanon Vos Estis Lux Mundi (Kamulah Terang Dunia, Red) yang berisi tentang pedoman pencegahan penyalahgunaan kekuasaan. Ia juga mendefinisikan ulang prosedur pengaduan terhadap pelaku kekerasan seksual.
BACA JUGA:Persiapan Kapel Sistina Menjelang Pemilihan Paus: Tradisi Cerobong dan Asap di Era Digital
BACA JUGA:Sejarah Pemilihan Paus: Konklaf Terlama, Tertua, hingga yang Tercepat
Namun, banyak yang menilai langkah tersebut tak cukup radikal. “Yang kita perlukan dari Paus mendatang adalah aksi nyata. Bukan retorika,’’ tegas Doyle. Dia menuntut hukum gereja universal yang secara permanen mencabut para pelaku dari pelayanan publik. Gereja juga harus berani membuka nama-nama pelaku yang telah terbukti bersalah.
Keinginan untuk keluar dari bayang-bayang kelam Gereja juga disuarakan para kardinal. “Sebab, Gereja Katolik melalui parokinya, sekolah, rumah sakit, hingga panti asuhan, merawat puluhan juga anak-anak,’’ ujar Doyle.
Dia menegaskan, rekonsiliasi bukan soal simbolisme, tapi tanggung jawab moral menyeluruh.
Sementara itu, suasana di Vatikan menjelang konklaf disebut "very peaceful." Sangat damai. Itu diungkapkan oleh kardinal dari Cartagena, Jorge Enrique Jimenez Carvajal.
PARA KARDINAL tiba di Basilika Santo Petrus sebelum misa menjelang konflaf, 3 Mei 2025.-ANDREAS SOLARO-AFP-
Tapi kedamaian itu tak menyembunyikan kegentingan realitas. Yakni, Gereja tengah mengalami polarisasi dalam tubuhnya sendiri, dari konservatif Amerika hingga progresif Amerika Latin, dari Afrika yang penuh semangat pertumbuhan tapi tabu berbicara soal pelecehan, hingga Eropa yang kian sekuler dan kritis.
’’Paus Fransiskus adalah sebuah kejutan. Dan konklaf ini pun pasti akan menimbulkan kejutan,’’ ujar Jose Cobo, kardinal dari Spanyol.
Sebanyak 80 persen kardinal peserta konklaf diangkat langsung oleh mendiang Paus Fransiskus. Konstelasi itu pun menyisakan ruang kejutan dalam pemilihan paus berikutnya. Yang terang, siapa pun yang terpilih harus membawa misi rekonsiliasi yang konkret.