Terakhir, sinergi dan kolaborasi lintas sektor yang erat antara Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perdagangan, serta partisipasi aktif dari pihak swasta, menjadi kunci utama dalam menciptakan ekosistem yang kondusif dan berkelanjutan bagi pertumbuhan dan perkembangan industri musik Indonesia di kancah global.
Optimisme yang Terukur dan Aksi Nyata
Piringan hitam “Indonesia Raya” edisi khusus diluncurkan sebagai simbol modernisasi dan pelestarian identitas musik nasional.--Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia
Belajar dari suatu kesuksesan K-Pop bukan berarti meniru secara membabi buta. Indonesia perlu merumuskan "Indonesian Wave" yang unik, yang bertumpu pada kekayaan budaya dan identitas bangsa.
BACA JUGA: Di Balik Kemeriahan Drama Musik Bangunlah Jiwanya
Peluncuran piringan hitam "Indonesia Raya" adalah simbol dari upaya ini, mengemas warisan budaya dengan sentuhan modern.
Ambisi Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk menciptakan "Indonesian Wave" adalah langkah visioner yang patut didukung. Momentum Hari Musik Nasional 2025 dan peluncuran piringan hitam "Indonesia Raya" adalah pengingat akan potensi besar yang dimiliki musik Indonesia.
Namun, mewujudkan visi ini memerlukan lebih dari sekadar retorika. Dibutuhkan kerja keras, strategi yang terukur, investasi yang berkelanjutan, dan kolaborasi yang solid dari seluruh pemangku kepentingan.
BACA JUGA: Indonesia Raya Tiga Stanza di Drama Musik Bangunlah Jiwanya
Mampukah "Indonesian Wave" bersaing dengan K-Pop? Jawabannya tidak akan datang dengan sendirinya. Ini adalah sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen, inovasi, dan semangat pantang menyerah.
Dengan memanfaatkan kekayaan budaya, mengembangkan infrastruktur yang kuat, dan menerapkan strategi pemasaran yang efektif, bukan tidak mungkin musik Indonesia akan menggebrak panggung dunia dan menciptakan gelombang pengaruhnya sendiri.
Mari kita jadikan semangat Hari Musik Nasional sebagai pemicu aksi nyata untuk mewujudkan "Indonesian Wave" yang gemilang. (*)
Teddy Afriansyah*
*) Mahasiswa Magister Kajian Sastra dan Budaya, Universitas Airlangga