BACA JUGA:Batik Cap Dolly, Warga Eks Lokalisasi Berkolaborasi dengan PCU, Kreasikan Batik Ramah Lingkungan
Tak cuma itu, momen pagelaran seni yang berlangsung tahun ini juga menjadi kesempatan untuk melestarikan aksara Jawa. Yakni lewat lukisan.
Widji Utomo, perupa, menampilkan hasil karyanya yang berkaitan dengan aksara Jawa. “Kami bersama-sama meluapkan kegembiraan dan meluapkan rasa syukur dengan acara ini. Lewat seni. Lewat karya. Sekaligus melestarikan aksara Jawa,” tuturnya.
Masyarakat sekitar pun mendapatkan alternatif hiburan yang menarik. Pagelaran itu pun mampu mempererat hubungan berbagai jaringan sanggar dan komunitas seni dengan warga sekitar. Sekaligus meningkatkan semangat gotong royong.
Kegiatan Mbangunredjo Art Festival pun memiliki dampak secara ekonomi. Sebab, dengan adanya bazar, warga bisa menikmati seni dan berburu kuliner murah di Dupak Bangunredjo. UMKM setempat pun bisa mendapat pemasukan.
BACA JUGA:Berbagai Cara PCU Transformasi Gang Dolly, Dari Eks Lokalisasi jadi Sentra Kreatif
BACA JUGA:Ada Posko Kampung Tangguh Narkoba di Eks Lokalisasi Dolly
Dr Probo Darono Yakti, dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unair turut memberikan dukungan terhadap acara tersebut.
“Kalau disejajarkan dengan sisi historis dari tempat ini, memang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lokalisasi. Dalam buku Seribu Gagasan Omah Ndhuwur, tertulis bahwa lokalisasi di kampung ini sudah eksis sejak 1951,” paparnya.
Sejak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dupak Bangunredjo, kegiatan itu pun sebenarnya tak lantas hilang begitu saja.
Sehingga menurutnya, Mbangunredjo Art Festival bisa mengikis secara perlahan tentang stigma lokalisasi. Yakni melalui edukasi dan perbaikan terhadap generasi mudanya.
BACA JUGA:Pawai Susur Kampung Ramaikan Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Dukung Anak untuk Menyuarakan Pendapat
“Orang tua ketika melihat anaknya keluar rumah itu, paling pamit buat latihan tari di sanggar. Sehingga pemikiran orang tua pun jadi positif dan adem ayem. Dari situlah kita bisa membangun harapan dengan adanya Sanggar Seni Omah Ndhuwur dan Mbangunredjo Art Festival,” pungkasnya.
Probo berharap bahwa kegiatan seni itu bisa berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Lokalisasi pun tidak cukup hanya diselesaikan dengan penggerebekan.
Harus ada metode pencegahan, sosialiasi, serta penanganan kuratif yang dilakukan secara kontinu. Seperti melalui kesenian dan budaya. (*)