Series Jejak Naga Utara Jawa (50) : Bagasi Putri Ong Tien di Keraton Kasepuhan

Series Jejak Naga Utara Jawa (50) : Bagasi Putri Ong Tien  di Keraton Kasepuhan

Keramik Tiongkok abad XIV ini adalah bukti hubungan erat antara Cirebon dengan mancanegara.-Retna Christa-Harian Disway-

Ngomong-ngomong soal Putri Ong Tien Nio, tidak lengkap rasanya kalau tidak mengunjungi Museum Pusaka Keraton Kasepuhan. Di sana, tersimpan segala benda peninggalan dia. Dari barang-barang pribadi sampai aneka hadiah buat Sunan Gunung Jati. 

KISAH Putri Ong Tien Nio sudah pernah kami singgung dalam seri-seri sebelumnya. Ketika kami menceritakan arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon. Dia adalah putri dari seorang kaisar Dinasti Ming. Yang jatuh cinta kepada Syarief Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati. 

Maka, pada 1471, sang putri menyusul ke Cirebon. Membawa armada tujuh kapal. Setiba di sini, Sunan Gunung Jati meminang putri dari Campa tersebut. 
 

Bagasi kapal-kapal Putri Ong Tien penuh bermacam barang pribadi sang putri. Sebagian lagi hadiah untuk Sunan Gunung Jati. Tentu, tidak semua bisa bertahan mengarungi lima abad. Banyak yang sudah rusak atau hilang. Namun, ada sedikit yang tersisa. 

Oleh PRA Arief Natadiningrat, Sultan Sepuh Cirebon yang mangkat tiga tahun silam, barang-barang yang selamat itu dikumpulkan. Dibuatkan museum. Letaknya di bagian depan Keraton Kasepuhan. Di belakang Siti Inggil. Agak ke kiri sedikit. Menghadap ke barat. Diberi nama Museum Pusaka Keraton Kasepuhan. Diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2017.  

Barang-barang yang berkaitan dengan Sunan Gunung Jati ditempatkan di satu kamar khusus. Raden Nanung Suradi, wakil kepala pemandu Yayasan BPKK, memimpin rombongan Jejak Naga Utara Jawa menuju ruangan seluas 7x5 meter tersebut. Tidak besar. Tapi komprehensif. Berisi lemari-lemari kaca yang menyimpan aneka benda bersejarah. 
 

Raden Nanung Suradi menunjukkan koleksi mangkuk besar dari zaman Dinasti Ming.-Retna Christa-Harian Disway-

Ada lemari khusus untuk koleksi Putri Ong Tien Nio. Di lemari paling kanan, tergantung baju tunik bermotif batik rumit. Lengkap dengan celananya, yang dilipat rapi. Di bagian bawah, ada dua kain batik Cirebon berwarna monokrom. ’’Itu baju sehari-hari Putri Ong Tien. Motifnya tidak khas Cirebon. Dugaan kami, baju itu dibawa dari Tiongkok,’’ tutur Raden Nanung. 

Di samping lemari display baju, terdapat koleksi keramik. Ada mangkuk-mangkuk cantik aneka ukuran. Dari kecil sampai besar. Semuanya dihiasi motif zaman Dinasti Ming yang dilukis dengan tinta warna biru. Tak ketinggalan, teko teh beserta cangkir-cangkirnya. 

Terdapat juga tempayan, botol-botol, hingga mangkuk untuk menumbuk. Sepertinya untuk membuat jamu. Sebab, di rak sebelahnya, ada lemari berbentuk seperti punden berundak. Terbuat dari kayu, dihiasi ukiran sulur-sulur emas. Namanya graken. Alias tempat jamu. 

Salah satu yang mencuri perhatian kami adalah kaca rias. Ini juga bertingkat-tingkat. Paling bawah adalah laci-laci. Biasanya untuk menyimpan alat rias atau perhiasan. Sedangkan yang paling atas adalah cemin dengan bingkai berukir. Sekarang, perabot seperti itu disebut botekan peranakan. 

’’Orang zaman dulu kalau berdandan enggak di bangku. Tapi lesehan. Makanya meja riasnya juga pendek,’’ jelas Raden Nanung. 
 

Cermin rias kuno khas Tiongkok. Cermin ini pendek karena orang zaman dulu merias diri dengan lesehan.-Retna Christa-Harian Disway-

Sebenarnya, ada beberapa bagasi Putri Ong Tien lagi yang berharga. Yakni piring-piring keramik. Ada yang bermotif, ada yang putih polos. 

Menurut Nanung, piring-piring yang polos itu diserahkan kepada Sunan Gunung Jati. Nah, oleh Sunan, piring yang tak berhias itu ditulisi kalimat tauhid. Sanjungan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad SAW. Maka, oleh warga keraton, mereka disebut piring jimat. 

’’Jimat ini maksudnya bukan mantra atau jampi-jampi, lho ya. Melainkan puji-puji kalimat. Atau bisa juga siji sing dirumat. Apa dirumat (dirawat, Red)? Ya hati kita,’’ tutur Nanung.    

Benda-benda itu sakral. Tak boleh sembarang dilihat orang. Hanya dikeluarkan menjelang perayaan Maulid Nabi Muhammad. Barulah saat itu masyarakat bisa menyaksikan. Artinya, umat Islam berbaiat meyakini turunnya Muhammad sebagai nabi yang terakhir. Biasanya, benda-benda keramat itu dikawal dengan cahaya lilin atau obor.

Tak hanya membawa benda-benda yang indah, Putri Ong Tien rupanya juga mewariskan berbagai skill buat masyarakat Cirebon. ’’Beliau mengajari orang-orang sini membuat keramik. Juga menyebarkan ilmu ketabiban dan kecantikan,’’ Nanung memaparkan. 
 

Benda peninggalan Kapten Tan Cung Lay (Tumenggung Arya Wiracula) dari tahun 1678.-Retna Christa-Harian Disway-

Layaknya istri-istri pemimpin, dia juga sangat peduli pengusaha kecil. Terutama pembuat terasi dan petis. ’’Menurut orang-orang dulu, Putri Ong Tien suka banget makan petis,’’ kata Nanung, lantas tertawa. ’’Sayang enggak ada catatan sejarahnya. Hanya dengar dari orang-orang tua saja, diceritakan turun temurun,’’ tuturnya. 

Yang disayangkan lagi, skill membuat keramik itu tidak bertahan lama. Upaya Ong Tien memproduksi keramik di Nusantara terhalang oleh material. Saat itu, bahannya sulit didapat. Tekniknya pun termasuk tinggi. Perlengkapan di sini tidak memadai. Akhirnya, produksi keramik terhenti begitu saja… (*)
 
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: