Series Jejak Naga Utara Jawa (74) : Rawat Memori dengan Pasar Semawis

Series Jejak Naga Utara Jawa (74) : Rawat Memori dengan Pasar Semawis

KUE KERANJANG di depan Retna Christa (tengah) ini dijual di tengah-tengah Pasar Imlek Semawis, Semarang.-Yulian Ibra-Harian Disway-

Semawis adalah Semarang, itu pasti. Dalam bahasa Jawa krama (halus), sebutan Semarang adalah Semawis. Semarang adalah semawis, itu nyata. Sudah 18 tahun kota itu punya ikon wisata kuliner: Pasar Semawis.
 
TIM ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa benar-benar dress-up di Semarang hari itu, Jumat, 20 Januari 2022. Pakaian yang kami kenakan begitu tertata. Retna Christa memakai kebaya encim hitam dengan bawahan kain batik. Rambut pun ditata semi-sanggul. Ayu.

Sedangkan Doan Widhiandono memakai baju Tiongkok seperti pendekar wushu. Warnanya hitam dengan bordir merah bermotif naga dan phoenix. Komplet dengan pie hat hitam seperti orang abad lampau. Celananya pun hitam dengan bordir siluet naga. Rasanya keren. Walaupun ternyata ada yang menyangkanya sebagai pemain barongsai…

Memang, undangan yang kami terima memang cukup istimewa. Yakni, mendatangi Pasar Malam Semawis, sentra kuliner malam yang sangat ikonik di kawasan Pecinan Semarang. Pasar malam itu seperti Kya-Kya di Surabaya. Kedai-kedai makanan berjajar di tepi jalan sepanjang sekira satu kilometer.
 

Hari itu, Pasar Malam Semawis berubah menjadi Pasar Imlek Semawis. Karena bertepatan dengan ji kau meh, tradisi berbelanja pada dua hari sebelum Imlek. ’’Dan kali ini, Pasar Imlek Semawis dikembalikan pada rohnya. Diadakan di Gang Baru. Sebelumnya di Wotgandul,’’ ucap Harjanto Halim.

Selain menjadi ketua Perkumpulan Sosial Rasa Dharma (Boen Hian Tong), Harjanto juga bergiat di Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Semawis). Komunitas itulah yang menggagas Pasar Malam Semawis pada 2005. Mereka ingin membangkitkan geliat wisata di ibu kota Jawa Tengah tersebut. Maka, digelarlah sentra street food malam di kawasan pecinan.

Saban akhir pekan, Pasar Malam Semawis menjadi pusat jajan yang komplet. Mau makan apa saja sepertinya ada. Makanan ringan semacam Takoyaki, sate-satean, minuman dingin, minuman hangat, atau nasi pun ada. Meriah sekali.

Dan hari itu, kemeriahan makin menjadi karena penataan Pasar Imlek Semawis yang apik. Batang-batang tebu ditata di mulut Gang Baru. Berpadu elok dengan bambu yang menjadi gerbang. ’’Ini Pasar Imlek Semawis yang ada buto-nya,’’ ucap lelaki kelahiran 18 Desember 1965 tersebut.

Buto adalah akronim tebu ditoto. Batang tebu yang ditata. ’’Seperti prinsip hanebu sauyun,’’ katanya. Hanebu sauyun atau serumpun tebu itu juga menjadi prinsip kerabat Mangkunegaran, Solo. Maknanya, tebu akan menjadi kuat jika bersatu dalam satu rumpun.
 

MULUT GANG BARU berhias tebu dan bambu ketika Pasar Imlek Semawis, 20 Januari 2023.-Yulian Ibra-Harian Disway-

Karena bertepatan dengan momen ji kau meh, Gang Baru pun penuh pernik-pernik Imlek. Mulai hiasan, hingga aneka penganan. Yang asyik, banyak di antara pedagang itu yang masih mempertahankan resep dan cara usaha tradisional. Memasak sendiri juga berdagang di lapak yang digelar di depan rumah.

Misalnya, di toko jajanan tradisional Ny Pien. Mereka sibuk sekali malam itu. Menata berbagai penganan pada nampan, sekaligus melayani pembeli yang terus menunjuk-nunjuk makanan yang diinginkan. Tak jarang, mereka juga memperbolehkan pembeli mencicipi satu-dua jajan yang ada di toko itu.

Puncak Pasar Imlek Semawis hari itu adalah tok panjang. Ini juga tradisi makan malam bersama keluarga menjelang Imlek. ’’Tok panjang ini adalah filosofi Imlek yang sangat dalam. Yaitu, waktu makan malam bersama keluarga, bagi kami ya keluarga kota besar Semarang,’’ ucap Harjanto.

Kami pernah menulis di Harian Disway edisi 21 Januari 2023, tok panjang itu dihadiri Plt Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu. Saat menuju meja tok panjang, Ita, sapaan Hevearita, juga melewati jajaran penjual di sepanjang Gang Baru. Bersama Harjanto, dia membagi-bagikan terong susu kepada warga. Terong susu adalah tanaman hias berwarna kuning pisang dengan tonjolan-tonjolan menyerupai puting. Tak heran, namanya itu…

Ita berjalan diiringi Forkopimda dan sejumlah tokoh masyarakat. Ada juga orang-orang yang berdandan ala tokoh kisah Perjalanan ke Barat. Yakni, Sun Go kong, Tong Samchong (Tang Sanzhang), Chu Patkay (Zhu Bajie), dan Sha Wujing.
 

TOKOH-TOKOH kisah Perjalanan ke Barat berfoto bersama warga di Pasar Imlek Semawis.-Yulian Ibra-Harian Disway-

"Tradisi ini hanya ada di Semarang. PR kita adalah bagaimana melestarikannya,’’ ucap Ita malam itu.

Apresiasi juga datang dari Alvin Lie, mantan anggota DPR Ri dan Ombudsman RI yang juga hadir. ’’Ini luar biasa. Antusiasme masyarakat sangat maksimal. Sejak pertama kali digelar, saya nggak pernah absen datang ke Semawis saat Imlek,’’ kata pria asli Semarang tersebut.
 
Malam itu, di meja panjang, orang-orang makan bersama. Menunya istimewa. Yakni, nasi ulam bunga telang. Nasinya biru. Simbol perdamaian, harmoni, persatuan, dan kepercayaan. Nasinya dipadukan dengan gereh (ikan asin), sambal goreng ati, telur dadar, ayam bumbu rujak, wortel, sayuran, sambal matah, dan serundeng. Hidangan penutupnya adalah es puter. Njawani. (*)
 
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: