Resensi Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film: Hitam Putih Penuh Warna

Resensi Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film: Hitam Putih Penuh Warna

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film berkisah tentang seorang penulis film yang jatuh cinta pada teman lama yang suaminya baru saja meninggal, yang berniat menuliskan kisah hidupnya itu menjadi skenario film. --

Mana yang masih dalam penceritaan Bagus, sang tokoh, kepada produsernya, atau mana yang sudah masuk dalam filmnya. Di titik ini, cerita mulai mengalir dengan asyik. Semuanya hitam putih. 

Film ini sungguh memanjakan penggemar teknis film seperti saya. Ada istilah-istilah perfilman yang digunakan, ada proses shooting yang digambarkan dengan menarik. Ada layar gelap yang memotong alur adegan untuk menampikan petunjuk sequence yang sedang berjalan. 

Yang paling seru, ketika Celine (Sheila Dara), si editor film yang sahabat Bagus, sedang ikut duduk di motor roda tiga yang melaju bersama Bagus dan Dion (Dion Miyoko)—suami Celin, membayangkan pengambilan gambar untuk adegan yang sedang dijalaninya. 

Bagaimana jika gambar diambil menggunakan drone, atau bagaimana jika menggunakan race drone, lalu diambil dari atas gedung, berputar, kembali lagi ke belakang, dan sebagainya. Saya, dua gadis, dan nyaris seluruh penonton dalam bioskop ikut terkesiap dan bertepuk tangan. Wow, wow, wow. 

Sutradara muda yang sekaligus menulis skenario film ini, Yandy Laurens, benar-benar memanjakan penonton dengan visual yang menarik. Framing yang cantik. Kontras hitam putih yang semakin menonjolkan wajah sekaligus karakter Bagus dan Hana.

Kekuatan drama romansa ini adalah semua yang ada di dalamnya terasa begitu natural. Akting pemainnya, termasuk para kru syuting yang sedang syuting, kisah yang mengalir dengan begitu wajar, cara Agus Ringgo dan Nirina yang berinteraksi, sungguh patut diacungi jempol.

BACA JUGA: Resensi Film Who Am I (2014): Bjorka dari Jerman

Kalaupun ingin dicari kelemahannya, ada percakapan antara Bagus dan Hana yang terasa panjang di pertemuan pertama mereka. Namun, hal itu cukup tertutupi dengan kewajaran mereka berbicara tentang hidup. 

Untung juga, adegan berpindah ke percakapan Bagus dan Yoram saat membahas film yang akan dikerjakan. Penonton menjadi lupa akan percakapan yang tidak menarik sebelumnya.

Film ini juga menyisipkan pesan, sebuah realita, bahwa penonton di masa kini hanya tertarik pada film horor. Para sineas jadi dibatasi dengan fokus pada memproduksi film bergenre horor.
Film ini mengisahkan perjalanan hidup seorang penulis skenario film yang bernama Bagus Rahmat, diperankan oleh Agus Ringgo Rahman. --

Namun, pesan lain pun muncul. Bahwa penonton bioskop Indonesia sudah pintar. Jangan terus-terusan dibodohi. Bagus, dalam film ini, yakin bahwa film ini akan meledak.

Sajian gambar hitam putih yang tadinya dikira akan membosankan, ternyata tidak. Setiap gambarnya diperhitungkan dan diambil dengan mengagumkan. Framing dan komposisinya terasa memukau.

Setiap gambarnya berbicara dengan berbagai warna kehidupan. Itulah mengapa saya menyebutnya hitam putih yang penuh warna.  

Saya dan si sulung sepakat. Film ini disajikan dengan cantik, menarik, apik. Kami yang biasa bermain desain serasa dimanjakan habis-habisan.

BACA JUGA: Tayang Hari Ini, Simak Sinopsis Film Kuyang Sekutu Iblis yang Mengintai sebelum Menonton di Bioskop

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: