Penjurian Lapangan Brawijaya Award (25): Tetap Semangat Walaupun Telat Jadwal

Penjurian Lapangan Brawijaya Award (25): Tetap Semangat Walaupun Telat Jadwal

Ketua Tim Juri 3 Taufiqur Rahman berenang dan dikerubungi ikan hias di bawah air Pantai Bangsring.-Syahrul Rozak Yahya-

Membuat bingkai rumah karang ini memang gampang-gampang susah. Terlalu kencang rumahnya bengkok, terlalu kendor bibit karang hanyut dimakan samudera. Salah posisi kabel tis, lengan karang tidak bisa tumbuh baik. Ikan-ikan lalu ogah mampir. 

Para mahasiswa pun banyak yang salah saat membuat bingkai ini. Para nelayan Bangsring yang sudah ahli tidak lagi bikin bingkai rumah. Tapi sudah apartemen ikan bertingkat (fish apartment). Saya, Pak Nurhadi, Pak Yusuf, dan Fiu membuat satu bingkai saja. 

Setelah bingkai siap, kami gotong bersama ke perahu. Dibawa ke ponton terapung di tengah kawasan konservasi. Biasanya dibuat sebagai tempat nyebur bagi wisatawan yang ingin menyaksikan keindahan bawah air Bangsring. 

“Lihat di bawah itu,” kata Pak Nurhadi menunjuk permukaan air yang bening. 

“Kelihatan kan bekas bom, bekas dirusak itu,” tuturnya. 

Sudah hampir satu dekade terakhir para nelayan Bangsring berupaya menyembuhkan ‘luka’ yang mereka goreskan pada lautan bawah air. 

Dari atas ponton, Pak Nurhadi dan Pak Kadek menyerahkan bingkai rumah bibit karang pada saya dan Fiu yang sudah ada di dalam air. Yang memandu kami adalah Samsul Arifin alias Pak Ipin, nelayan setempat. 

Begitu melongok ke bawah laut memang tampak hamparan terumbu karang yang indah. Namun terlihat luka di sana-sini. Kawasan yang rusak berusaha dipulihkan dengan penanaman kembali. Terbukti ada ratusan bingkai rumah bibit karang seperti yang kami pegang sudah tersebar di area yang luas. 

“Itu yang menanam Lantamal. Langsung seratusan bingkai. Sebenarnya ini bisa dinamai. Jadi ketika balik ke sini kapan-kapan, bisa dilihat sudah seberapa besar karangnya,” tutur Pak Ipin. 

Kamipun berenang sembari bertabrakan dengan ikan-ikan. Ini yang membuat kagum juga. Ikan-ikan itu sama sekali tak takut manusia! Mereka main nempel saja di badan-badan kita. Ini salah satu bukti bahwa mereka sudah tidak pernah melihat agresi manusia. Mereka tidak lagi takut diburu dan dibunuh. 

Cerita para nelayan, pada masa kakek-kakek mereka, berjalan beberapa meter masuk pantai Bangsring saja sudah ketemu ikan hias. Pada dekade 2010 an saat aktivitas pengeboman sedang marak-maraknya, ikan-ikan hias nyaris musnah dari Bangsring.


Ketua Tim Juri 3 Taufiqur Rahman (kiri), Videografer Ahmad Fiuzani, dan Fotografer Syahrur Rozak Yahya beristirahat setelah penanaman terumbu karang.-Istimewa- 

Setelah berenang kesana kemari, akhirnya ketemu tempat yang cocok. Pak Ipin menyerahkan kamera bawah air ke Fiu sementara kami menyerahkan bingkai rumah bibit karang. Nelayan paruh baya ini sangat lincah menyelam ke kedalaman dan meletakkan bingkai tersebut sambil mengacungkan jempol. 


Ketua Tim Juri 3 Taufiqur Rahman (kiri) dan Videografer Ahmad Fiuzani (Kanan) berenang membawa bingkai rumah bibit karang menuju tempat penanaman terumbu karang di area konservasi Bangsring Underwater. -Syahrul Rozak Yahya-

Kami pun kembali ke rumah apung. Saya langsung naik sementara Fiu dan Rozak bermain-main dengan ikan hias. Pak Nurhadi yang usil mengambil sepotong roti, meremas-remasnya menjadi potongan kecil lalu menaburkannya ke sekeliling badan Fiu. 

Hal tersebut membuat videografer saya itu diserbu ratusan ikan. “Woy pak, stop pak!” kata Fiu timbul tenggelam dikerubungi ikan-ikan hias berukuran besar sambil Pak Nurhadi terkekeh-kekeh di atas rumah apung. 

Tugas tim 3 memang melelahkan. Jauh lebih melelahkan daripada tim lain. Namun Bangsring membuat semuanya terbayar lunas. (*) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: