Heboh KDRT Tangsel

Ilustrasi kasus KDRT di Tangsel antara tersangka dan polisi. -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Namun, di pasal tersebut ada kata ”terus-menerus”. Bisa ditafsirkan permanen. Atau selamanya. Sedangkan, bonyok Tiara akan hilang paling lama dalam sebulan. Pastinya, itu membingungkan publik.
Betapa pun di kasus ini ada dua kemungkinan.
Pertama, jargon no viral no justice terbukti terjadi. Setelah kasusnya viral, barulah penyidik bertindak sesuai keadilan.
Kedua, publik, bersama media massa dan media sosial, melakukan intervensi hukum yang sangat dahsyat. Akibatnya, polisi terpengaruh. Karena itu, polisi mengubah pasal yang dituduhkan kepada tersangka.
Dua hal itu sama-sama negatif. Atau buruk bagi pembangunan penegakan keadilan di Indonesia. Aparat penegak hukum dan semua masyarakat wajib merenungkan itu, lalu sama-sama menghindari dua hal tersebut di atas.
Itu di luar fakta berikut ini:
Budyanto pada 2021 menyelundupkan ribuan pil ekstasi, dikemas dalam kapsul obat Covid-19. Tapi, barang bukti ternyata berubah jadi puluhan pil ekstasi. Akhirnya, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis hukuman tujuh bulan penjara. Dijalani Budyanto dan ia sudah bebas penjara.
Fakta terakhir itu bisa jadi kausalitas dengan kehebohan kasus KDRT Budyanto-Tiara. Tapi, bisa juga tidak ada hubungan sama sekali. Bergantung siapa yang menilai. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: kdrt di tangsel