Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (6): Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang

Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (6):  Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang

Erica Hestu Wahyuni (di samping kanan lukisan) dengan karyanya yang berjudul Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang. -Erica EW-

HARIAN DISWAY - Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (6):  Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang

Marwah adalah kisah dari 78 perupa perempuan yang menafsirkan marwah dari sudut pandang masing-masing. Sebuah percobaan para perempuan perupa Indonesia mendefinisikan dirinya dalam konstelasi berbangsa.
 
Perjuangan atas keberagaman dan perlawanan terhadap disparitas kelompok tertentu juga banyak dibahas dalam pameran Marwah yang digelar di Pos Bloc, Jakarta, pada 14-20 Agustus 2023. 
 
Terlihat dari karya Yani M Sastranegara yang terinspirasi oleh kebhinekaan, keragaman, ketangguhan akan kebersamaan, dan gotong royong.
 
Karya Laras Semarak merupakan simbol dari sosok-sosok yang terjalin padu selaras, dengan gerak rancang bangun saling bertaut, teguh, rampak dalam gubahan keluwesan irama gerak. Mengejawantahkan dinamika harmoni, saling menghargai, melindungi, mengasihi yang didambakan segenap mahluk semesta alam.
 
Perjuangan Perempuan
Dalam marwah, perempuan berjuang dengan kelembutan. Beatrix Hendriani yang membuat karya Head Up, melihat perempuan tidak menghindari tantangan, tetapi sering kali memilih untuk menghadapi, melawan, bahkan menari di pusaran tantangan tersebut.

BACA JUGA: Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (5): Bagai Perisai yang Berlapis

Bunga Jeruk melihat perempuan harus mempunyai integritas dan martabat. Dalam perkembangan zaman yang sangat cepat ini, perempuan harus beradaptasi tanpa kehilangan martabatnya. Dalam Feeling Grateful, kebahagiaan ada di dalam hati seseorang yang selalu berbuat baik, berpikir positif, dan bersyukur.
 
Dina Budijanto melukiskan perempuan yang menghadapi badai kehidupan dan tekanan sosial yang menguji martabatnya. Karya Dignity Above All, mengeksplorasi gagasan ketidaksempurnaan bisa menjadi sumber keindahan dan kekuatan. 
 
Dwi Kartika Rahayu melihat manusia bertalian erat dengan keyakinan yang dipegang. Menjadi apa pun ia seluruhnya berasal dari dalam jiwa dan pemikirannya. Karya Keyakinan, menceritakan manusia yang harus mampu mengendalikan dirinya jika tidak mau terjerumus pada nafsu angkara murka dan kerakusan. 
 
Erica Hestu Wahyuni (di samping kanan lukisan) dengan karyanya yang berjudul Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang.
 
melihat perkembangan dunia yang tidak mudah bagi kita semua. Ibarat perahu yang siap berlayar ke samudra, perlu tekad pantang menyerah, dan kerja keras serta dedikasi yang berguna bagi masyarakat luas. Hal itu digambarkannya dalam karya Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang. 
 
Fransisca CS melalui Saprofit Fungi Head menceritakan kemampuan daya juang manusia dalam menghadapi tantangan zaman yang bergulir dengan cepat. 
 
Daya juang ini adalah harkat sebagai manusia hadir di tengah kehidupan. Ia menggambarkannya dengan mengambil analogi organisme jamur saprofit yang memiliki adaptasi dan daya hidup yang hebat dan unik. 
 
Gabrielle Maria Anna bercerita tentang kesadaran masa lalu, kini, dan masa depan. Pengalaman yang kurang menyenangkan di masa lalu membuat ia berhati-hati di masa depan dalam Present-Future-Past, kenangan-kenangan tersebut bisa diproses dalam memori negatif maupun positif.
 
Inanike Agusta yang cantik, berpose di depan karyanya, Marwah, Kaumku…, sebuah perjuangan yang panjang di tengah tantangan hidup. 
Inanike Agusta yang cantik, berpose di depan karyanya, Marwah, Kaumku…, sebuah perjuangan yang panjang di tengah tantangan hidup. -Inanike Agusta-

 
Kania Giana melihat kekuatan terbesar perempuan adalah jika berani untuk memperlihatkan kerentanan saat menjalani pergulatan dalam realita hidup. Dalam Ngalir Aja,perempuan yang berserah kepada semesta tidak membuatnya menjadi lemah, malah memperlihatkan kebijaksanaan.
 
Mouna Be membuat karya Masih Ada yang menggambarkan kegelisahan, kesemrawutan, benturan dan banyak hal yang membuat diam. Karena diam adalah salah satu cara untuk tetap membuat cerita.
 
Neneng Sia Ferrier mengisahkan kehidupan wanita masa kini dalam Mengikuti Arus Kehidupan. Dengan seiring berjalannya waktu, bekerja, berkarya, berjuang, bertahan, dalam segala hal untuk bisa eksis menjadi yang terbaik untuk dirinya, lingkungan, dan masyarakat.
 
Nita Nursita menggambarkan keinginan dan harapan perempuan secara universal dalam konteks positif, dengan berbagai kesempatan terbuka di depan mata. Woman Issue memperlihatkan perempuan yang hidup dalam abad 21 yang kedudukannya lebih beruntung dari generasi wanita sebelumnya karena sejajar dengan laki-laki. 
 
Puji Rahayu melihat perjuangan perempuan adalah berdamai dengan bayang-bayang masa lalu untuk meraih cahaya hidup masa depan. Dalam Batin Juang Perempuan, huruf Nun dideformasi menjadi perahu sebagai simbol perjalanan dan perjuangan manusia mengarungi gelombang masalah yang selalu ada dalam perjuangan. 
Kiri, karya Theresia Agustina Sitompul melihat dalam menghadapi dan bertahan hidup manusia sering kali melupakan esensi kemanusiaan yang membawa kepada ketamakan. -Ulil Gama-

 
Silviola Septia Heriza dalam Inong, menekankan perihal perempuan berani bicara, mengungkapkan, dan bangkit, menghidupkan kesejahteraan dan keadilan. Perempuan yang berbicara tanpa rasa takut dalam memperjuangkan hak-haknya.
 
Theresia Agustina Sitompul melihat dalam menghadapi dan bertahan hidup manusia sering kali melupakan esensi kemanusiaan yang membawa kepada ketamakan. 
 
Karya I Love Human, Human is You and Me bermaksud untuk merefleksikan manusia untuk kembali pada wilayah pribadi yang tidak lupa untuk memanusiakan manusia lain dan diri sendiri secara beriringan. 
Ulil Gama di depan karyanya tentang gambaran antangan dan jalan berliku membuat setiap orang berbeda satu sama lain dalam Not a Straight Line. -Ulil Gama-

 
Ulil Gama di depan karyanya tentang gambaran antangan dan jalan berliku membuat setiap orang berbeda satu sama lain dalam Not a Straight Line.
 
Demikianlah, pameran Marwah ini telah menunjukkan martabat, kehormatan, kemuliaan, gengsi, dan ketinggian derajat dari manusia. Kebangkitan perempuan. (Oleh Anna Sungkar: kurator)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: