Republik Rasa Kerajaan

Republik Rasa Kerajaan

Ilustrasi KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Kabinet pun Bakal Berkubu

Butet Kartaredjasa, budayawan dan seniman, juga mengekspresikan kemarahannya terhadap manuver Jokowi. Ia juga menulis surat kepada Jokowi yang kemudian menjadi surat terbuka karena bocor ke publik.

GM dan Butet mungkin bisa mewakili barisan budayawan dan seniman Indonesia yang kecewa terhadap Jokowi. Keduanya mewakili genre seniman dari generasi yang berbeda dan menjadi salah satu yang terdepan pada masing-masing generasinya. Keduanya bisa disebut sebagai representasi kekecewaan seniman dan budayawan sezamannya terhadap manuver politik Jokowi.

Gus Mus datang dari genre yang lain. Beda dengan GM dan Butet yang sekuler, Gus Mus punya latar belakang religius yang sangat kuat. Ia keturunan kiai dan menghabiskan masa belajarnya di Kairo, Mesir, bersama sahabat dekatnya, Abdurrahman Wahid, presiden ke-4 Indonesia.

BACA JUGA:Yahudi Pesek

BACA JUGA:Survei, Sure Pay, Share Pay

Beda juga dengan GM dan Butet, Gus Mus bisa mempertahankan independensinya terhadap kekuasaan rezim, tapi masih tetap menunjukkan sikap kritis. GM dan Butet dikenal luas sebagai pendukung Jokowi. 

GM juga terkenal sebagai pendukung kuat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Butet mempunyai hubungan personal yang dekat dengan Jokowi. Gus Mus menjaga jarak aman dengan kekuasaan, tidak terlalu dekat, tapi tidak terlalu jauh.

Gus Mus tidak pernah konfrontatif terhadap kekuasaan meski puisi-puisinya sangat tajam dan menusuk. GM mempunyai sejarah perlawanan yang keras terhadap Orde Baru Soeharto.

BACA JUGA:Full Syariah Pegadaian Madura

BACA JUGA:Sapu Jagat ala Jokowi

Ia mempimpin perlawanan setelah majalah Tempo yang didirikannya diberedel Orde Baru pada 1994. Gerakan terbuka GM itu menjadi bagian dari arus besar yang kemudian bisa mengakhiri kekuasaan Orde Baru.

Gus Mus melawan Orde Baru dengan gayanya yang khas, halus tapi tajam. Tidak konfrontatif, tapi menusuk. Jurus yang lembut itu membuat Gus Mus tetap aman dan sulit dijinakkan atau dijaring oleh kekuasaan.

Sebagai ulama NU (Nahdlatul Ulama) terkemuka, Gus Mus sangat layak menjadi ketua PBNU. Ia pernah berkontestasi dalam munas NU di Jombang beberapa waktu yang lalu. Namun, Gus Mus bukan politikus dan tidak punya bohir yang mendukung sehingga kalah dalam kontestasi.

BACA JUGA:PKI, Indonesia, dan Cile

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: