Republik Rasa Kerajaan
Ilustrasi KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Bungsu vs Sulung: Kaesang vs Gibran
Ketika banyak ulama yang kemudian dekat dengan kekuasaan dan merasa bangga dengan kedekatan itu, Gus Mus tetap berada di maqam-nya. Tidak pernah ada berita Gus Mus mengunjungi istana atau bertemu elite-elite politik dan pemerintahan. Gus Mus tetap berada pada posisi yang aman dari jangkauan kekuasaan.
Republik rasa kerajaan menjadi kritik kesekian yang diungkapkan Gus Mus terhadap kekuasaan. Banyak puisinya yang tajam menyerang, tapi membuat orang yang mendengar tertawa terkekeh-kekeh.
”Amplop-amplop menguasai penguasa, dan mengendalikan orang-orang biasa, amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan, mencairkan dan membekukan, mengganjal dan melicinkan
BACA JUGA:Kaesang sang Mawar
BACA JUGA:Suksesnya Tim Sukses
Orang bicara bisa bisu, Orang mendengar bisa tuli, Orang alim bisa nafsu, Orang sakti bisa mati. Di negeri amplop, amplop-amplop mengamplopi apa saja dan siapa saja”.
Itu penggalan puisi Di Negeri Amplop yang mengritik budaya suap dan korupsi yang sudah merasuk ke seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Aparat hukum yang seharusnya menegakkan hukum justru menghancurkan hukum.
Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang seharusnya menjadi ujung tombak memberantas korupsi justru sekarang tengah diburu polisi karena pemerasan. Runtuh sudah pilar hukum di negeri amplop.
”Penegak keadilan jalannya miring
Penuntut keadilan kepalanya pusing
Hakim main mata dengan maling
Wakil rakyat baunya pesing. Hi hi ...
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: