Menggali Kembali Makanan Berbahan Serangga dengan Entomofagi sebagai Makanan Masa Depan

Menggali Kembali Makanan Berbahan Serangga dengan Entomofagi sebagai Makanan Masa Depan

Banyak masyarakat di Jawa yang punya kebiasaan mengonsumsi serangga seperti jangkrik yang menjadi menu lezat ini. Menu serangga yang hits antara lain walang, uler jedung, ungkrung uler jati, sampai laron. -Freepik-

SEJAK lama, Indonesia mengenal serangga sebagai bahan panggan. Namun, seiring berkembangnya masyarakat, pangan serangga mulai ditinggalkan. Padahal, serangga saat ini digadang-gadang menjadi makanan masa depan.

Beberapa waktu lalu sempat viral ada anak SD yang membawa bekal ulat sagu di sekolah. Sang guru berkomentar negatif menganggap ulat sagu tidak layak hadir di era modern. Namun, beberapa netizen membela dan mengatakan bahwa ulat sagu kaya akan protein.

Sebenarnya, serangga bukan makanan yang asing bagi masyarakat Indonesia. Beberapa jenis serangga dikenal memiliki rasa lezat dan populer sebagai makanan lokal.

BACA JUGA: Mendokumentasikan Sejarah Perjuangan Bassra: Ulama Eksis Mengawal Pembangunan Madura

Edible insect atau serangga yang dapat dimakan itu misalnya laron. Serangga ini dikenal sebagai sumber pangan yang murah. Botok laron, oseng-oseng laron, atau rempeyek laron adalah menu olahan yang cukup populer di Jawa Timur.
Bekal sekolah berupa nasi putih dengan ulat sagu yang dibawa Andik, siswa SD Meduri V, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro ini sempat viral karena guru yang merekam video berdurasi 33 detik tersebut diunggahnya dengan narasi yang negatif. --

Masyaraka Jawa Tengah juga memiliki kebiasaan mengonsumsi serangga seperti belalang dan jangkrik. Dalam bentuk kripik, belalang bumbu pedas, atau sambel goreng.

Di Gunungkidul, DI Yogyakarta, beberapa menu serangga yang hits antara lain walang (belalang), uler jedung (ulat jedung), ungkrung uler jati (kepompong ulat pohon jati), laron, jangkrik dan gangsir (sejenis serangga), dan puthul (sejenis hama pertanian). 

Pun botok tawon. Dibuat dari larva lebah yang dimasak bersama dengan sarangnya dan dikukus dengan daun pisang. Makanan ini dipercaya dapat meningkatkan stamina dan mengobati pegal.

Satu sumber pangan berbahan serangga ini sampai sekarang masih populer khususnya di wilayah Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Nganjuk, Trenggalek). Juga di Malang, Pasuruan, dan Banyuwangi. 

Di Banyuwangi, Tulungagung, Madiun, dan sekitarnya botok tawon yang disebut tolo hadir dalam upacara adat membangun rumah, mengawali usaha, dan mengawali kegiatan baru lainnya.

Dari fakta itu maka edible insect ala Indonesia tersebut terbuki selama beberapa generasi menjadi bagian dari budaya kuliner Nusantara. Makanan berbahan serangga memiliki makna khusus.

Selain berpotensi sebagai bahan pangan, keunikan menu serangga bisa dikembangkan sebagai daya tarik wisata minat khusus yatu kuliner unik. Thailand memiliki daya tarik wisata berupa kafe khusus serangga (greyhound) yang menjadi buruan penyuka kuliner ekstrem.

London salah satu negara yang memanjakan penyuka menu ekstrem. Di Lao Café, tersedia menu telur semut dan serangga goreng. Telur semut raspberry salah satu kuliner negara Kamboja yang menjadi favorit turis.     

Penelitian Entomofagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: